Bagi perempuan hamil dan menyusui diperbolehkan untuk meninggalkan puasa Ramadan dengan syarat harus menggantinya di hari lain. Karena pada prinsipnya, setiap ibadah yang dilakukan umat Islam mampu memberi manfaat. Disamping itu, tidak ada ibadah yang diberatkan kepada umat, juga termasuk pada ibadah puasa di bulan Ramadan.
Keringanan atau rukhshah untuk tidak berpuasa dapat diperhatikan dalam kondisi tertentu. Dilansir dari nuonline, tidak selamanya perempuan hamil wajib berpuasa dan juga tidak selamanya perempuan hamil boleh meninggalkan kewajiban puasanya. Tentu hal ini tergantung pada kondisi kesehatan perempuan hamil tersebut dan adanya kekhawatiran dampak buruk yang akan terjadi jika ia berpuasa.
Dalam Hasyiyah al-Qulyubi dijelaskan, dalam artinya : Perempuan hamil dan menyusui ketika tidak berpuasa karena khawatir pada diri mereka, atau khawatir pada diri mereka dan bayi mereka (seperti yang diungkapkan dalam kitab Syarh al-Muhadzab), maka wajib mengqadha’i puasanya saja, tanpa perlu membayar fidyah, seperti halnya bagi orang yang sakit. Sedangkan ketika khawatir pada kandungan atau bayi mereka, maka wajib mengqadha’i puasa sekaligus membayar fidyah menurut qaul al-adzhar. (Syihabuddin al-Qulyubi, Hasyiyah al-Qulyubi ala al-Mahalli, juz 2, halaman: 76).
Mengqada puasa hukumnya wajib dibayar atau di ganti, sama halnya ketika menjalankan ibadah puasa Ramadan. Adapun untuk perempuan hamil dan menyusui ada ketentuan khusus untuk membayar puasa yang ditinggalkan. Selain membayar dengan puasa, dalam kondisi tertentu juga perempuan hamil diharuskan membayar fidyah.
Baca juga: Amalan Bulan Syaban, Nomor 5 Bisa Buka Pintu Surga
Berikut tata cara membayar qadha puasa Ramadan bagi perempuan hamil:
1. Membayar hutang puasa dengan puasa
Perempuan hamil atau yang sedang nifas diperbolehkan meninggalkan puasa Ramadan. Namun, bagi perempuan hamil dan menyusui yang masih kuat untuk berpuasa, maka diperbolehkan untuk menjalankan puasa. Berbeda dengan wanita nifas ketika bulan Ramadan, maka dilarang untuk melaksanakan puasa.
Namun, jika seorang perempuan telah melewati masa tersebut, wajib untuk mengganti puasanya di lain hari. Hal ini karena perempuan hamil, nifas, dan menyusui dianggap masih mampu untuk meng-qadha puasa tersebut.
2. Membayar hutang puasa dengan fidyah
Ketentuan ini berlaku untuk perempuan hamil, nifas, dan menyusui dalam kondisi tertentu seperti rasa khawatir terhadap kesehatan anaknya maka ia tidak berpuasa.
Sementara ibu hamil atau menyusui yang sama sekali tidak bisa menjalankan puasa karena kesehatan dirinya dan anaknya dengan saran dokter atau ahli, maka ia hanya wajib mengganti puasanya di hari lain dan tidak perlu membayar fidyah.
Jadi ibu hamil dan menyusui tidak bisa hanya mengganti puasanya dengan fidyah. Ini karena fidyah hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang sama sekali tidak mampu menjalankan puasa seumur hidupnya.
Baca juga: 10 cara Para Sahabat Persiapkan diri sambut bulan Ramadan
Lalu berapakah besaran fidyah yang harus dikeluarkan?
Fidyah wajib dibayarkan sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Dikutip dari Baznas, menurut Imam Malik, Imam As-Syafi'I, fidyah yang harus ditunaikan sebesar 1 mud gandum (kira-kira 6 ons= 675 gram=0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa).
Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha' gandum. (Jika 1 sha' setara 4 mud= sekitar 3 kg, maka 1/2 sha' berarti sekitar 1,5 kg). Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah berupa beras. Namun, fidyah juga boleh dibayarkan dalam bentuk uang sesuai dengan takaran yang berlaku seperti 1,5 kilogram makanan pokok per hari dikonversi menjadi rupiah.