Kata “nanti” adalah hal yang lumrah diucapkan lidah dan mulut kita ketika hendak menunda suatu pekerjaan. Mengurungkan niat buruk merupakan sebuah keharusan, namun mengurungkan niat kebaikan adalah awal dari keburukan. Mengapa demikian? Karena jika sekali berkata “nanti” maka akan mudah mengatakan hal yang sama kembali di kemudian hari.
Kebaikan merupakan wujud rasa mahabah (cinta) yang muncul secara naluriah dari bentuk kasih sayang Tuhan yang Maha Cinta terhadap hamba-Nya. Allah berfirman dalam Alquran surah Adz-Dzariyat tentang tujuan penciptaan manusia.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Al-Dzariyat: 56)
Dalam hal ini, Ibnu Qoyim menjelaskan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia serta jin dan makhluk lainnya di bumi ini adalah untuk beribadah kepada-Nya. Allah tidak mungkin menciptakan makhluk begitu saja tanpa larangan atau perintah.
Ketika manusia menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya ialah sebaik-baiknya kebaikan apabila tidak menunda-nundanya tanpa uzur yang syar'i. Al Hasan Al Bashri berkata, “Hati-hati dengan sikap menunda-nunda. Engkau sekarang berada di hari ini dan bukan berada di hari besok. Jika besok tiba, engkau berada di hari tersebut dan sekarang engkau masih berada di hari ini. Jika besok tidak menghampirimu, maka janganlah engkau sesali atas apa yang luput darimu di hari ini.”.
Perkataan ulama di atas bukan semata-mata menakuti-nakuti, melainkan sebuah fakta dalam Alquran surah Jumuah bahwa kematian waktunya dirahasiakan.
Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS Jumu’ah: 8).
Ditekankan kembali jika menunda-nunda kebaikan merupakan sikap seorang muslim yang tidak dibenarkan. Imam Syafii juga memberi nasihat
“Aku pernah bersama dengan orang-orang sufi. Aku tidaklah mendapatkan pelajaran darinya selain dua hal. (Di antaranya), dia mengatakan bahwa waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya), maka dia akan memotongmu.”
Maka dari itu, gunakan waktu dengan banyak kebaikan dan berhenti berkata “nanti’, memperbanyak serta menyegerakan berderma dengan berinfak dan bersedekah, memaksimalkan ibadah dengan khusyuk dan meng-upgrade diri untuk menjadi hamba Allah yang paling dicintai.
Dari Abu Hurairah, ia berkata ada seseorang yang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah sedekah mana yang lebih besar pahalanya? Beliau menjawab, “Engkau bersedekah pada saat kamu masih sehat, saat kamu takut menjadi fakir, dan saat kamu berangan-angan menjadi kaya. Dan janganlah engkau menunda-nunda sedekah itu, hingga apabila nyawamu telah sampai di tenggorokan, kamu berkata. “Untuk si fulan sekian dan untuk fulan sekian dan harta itu sudah menjadi hak si fulan.” (HR. Muttafaqun ‘alihi).