Setelah berbulan-bulan langit Gaza disesaki dentuman bom dan tanahnya dipenuhi jenazah yang belum sempat bermimpi, akhirnya muncul secercah harapan bernama gencatan senjata. Ini bukan akhir dari genosida, bukan pula kemenangan tetapi setidaknya, jeda ini memberi ruang bagi napas yang tertahan, untuk anak-anak yang selama ini lebih akrab dengan suara sirene daripada suara tawa. Jeda ini memberi waktu, walau sebentar, bagi warga sipil untuk menyeka air mata, bagi para pejuang untuk menyusun langkah, dan bagi dunia untuk mengingat bahwa diam berarti membiarkan luka terus menganga.
Kabar ini disampaikan oleh Pemimpin Hamas, Taher al-Nunu, kepada Al Jazeera: Hamas telah menyetujui pembebasan 10 tahanan demi membuka jalan bagi bantuan kemanusiaan dan penghentian agresi brutal. Di balik keputusan itu, ada perundingan panjang yang penuh tekanan dan tipu daya, namun sikap Hamas tetap kokoh tidak ada perjanjian tanpa syarat utama, penghentian total agresi dan penarikan penuh pasukan penjajah. Sebuah langkah yang bukan hanya soal diplomasi, tapi tentang martabat dan hak untuk hidup.
Baca Juga: Gencatan Senjata; Napas Kehidupan bagi Palestina?
Namun, perlu adanya jaminan internasional agar gencatan senjata berjalan sesuai kesepakatan dan tidak lagi dilanggar oleh zionis Israel. Oleh karena itu, Amerika Serikat memegang kunci nyata untuk menekan Israel agar mengakhiri genosida sehingga tercapainya gencatan senjata secara permanen.
Steve Witkoff salah satu Utusan Khusus dari Amerika Serikat untuk Misi Perdamaian, juga mengungkapkan harapannya akan tercapainya kesepakatan gencatan senjata selama 60 hari dalam waktu dekat.
Kita berharap kabar gencatan senjata ini tidak hanya menjadi berita sesaat, tetapi langkah nyata menuju kehidupan yang layak. Agar kelak tidak ada lagi kematian yang tercatat, melainkan kehidupan yang tumbuh dengan pesat.
Yuk! Zakat, infak, dan sedekah bersama LAZ Al Azhar. Hadirkan kebahagiaan dan kebermanfaatan yang lebih luas. Klik di sini.