”Enak ya, jadi kita. Setiap pagi masih mampu menghirup udara segar, menikmati pagi dengan minum kopi. Alhamdulillah, patut disyukuri, bukan?”
Tapi…
Ponselmu masih ramai dengan kabar Gaza? Jarimu masih sibuk menyuarakan Palestina? Atau sudah pegal dan pelan-pelan diam?
Coba jujur pada hati, kapan terakhir kali kamu semangat memboikot produk terafiliasi Israel? Kapan terakhir kamu unggah kabar tentang Gaza?
Sahabat Al Azhar, Gaza masih belum benar-benar pulih....
Di Gaza, pagi bukan waktu untuk menyeduh kopi. Ketika kita membuka jendela dan menghirup udara segar, mereka membuka pintu rumah yang sudah tak lagi berbentuk. Langit Gaza bukan lagi tempat burung-burung terbang, tapi ladang bagi rudal dan kepulan debu. Suara yang terdengar bukan kicauan, tapi kekacauan dari ledakan dan jeritan. Di balik puing-puing itu, tubuh-tubuh kecil ditarik dengan tangan gemetar. Beberapa masih hangat, tapi sebagian lain sudah dingin sebelum sempat mengenal dunia.
Baca juga: Tepung 3.000 Kali Lebih Mahal, Gaza Kelaparan Masihkah Kita Diam?
Asap menggulung seperti awan hitam yang marah, dan anak-anak berlarian bukan untuk bermain, tapi mencari tempat berlindung. Ada yang dipeluk hangat oleh keselamatan, kadang ditemukan di balik puing, kaku dengan mata yang belum sempat menutup.
Sementara kita, sibuk apa?
Apa yang sedang terjadi di Gaza bukan sekadar berita biasa, dan kita tahu itu, kan!? Ia adalah pekikan kemanusiaan, yang sayangnya kadang hanya menjadi latar belakang musik-musik tren. Perang di sana nyata, luka di sana dalam. Kita memang tidak bisa langsung menghentikan bom, tapi kita bisa menghentikan diam. Kita bisa bersuara, Sahabat. Kita bisa menulis banyak hal tentang Gaza. Ini perihal ”KITA” yang masih mau berisik atau diam?
Dulu, anak-anak Gaza begitu berisik dengan cita-cita, suara dan tawa mereka renyah saat saling bercengkrama dan bermain. Kini, bumi Gaza sunyi. Bicaralah tentang Gaza. Tunjukkan kebenaran! Tiap unggahanmu, tiap cerita yang kamu sampaikan adalah bentuk perlawanan dan kepedulian. Orang yang tidak memalingkan muka saat keadilan diinjak-injak, semoga itu adalah kita. Sebab yang lebih menyakitkan dari luka yang tak diobati, adalah luka yang disaksikan, tapi dibiarkan.
Yuk! Zakat, infak, dan sedekah bersama LAZ Al Azhar. Hadirkan kebahagiaan dan kebermanfaatan yang lebih luas. Klik di sini.