Uang Rusak, Hidup Tercekik: Gaza dan Neraka Finansial yang Terlupakan

Uang Rusak, Hidup Tercekik: Gaza dan Neraka Finansial yang Terlupakan


Risdawati
11/07/2025
10 VIEWS
SHARE

Sejak eskalasi genosida pada Oktober 2023, infrastruktur keuangan Gaza hancur hampir total. Lebih dari 90% cabang bank tidak lagi berfungsi, dan hampir seluruh ATM tidak dapat dioperasikan. Warga tidak hanya kehilangan akses ke tabungan mereka, tetapi juga mengalami kesulitan ekstrem dalam memperoleh uang tunai untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.

Dengan tidak adanya pasokan kas baru selama berbulan-bulan dan terbatasnya bantuan kemanusiaan berbentuk tunai, uang tunai di Gaza telah berubah menjadi komoditas langka. Inflasi melonjak drastis, pasar gelap berkembang, dan masyarakat terpaksa membayar biaya komisi tinggi hanya untuk menarik sebagian kecil dari pendapatan mereka. Keadaan ini diperburuk oleh rusaknya uang fisik yang beredar dan minimnya alternatif transaksi digital yang memadai.

Di tengah krisis tersebut beberapa orang beralih menjadi tukang reparasi uang kertas, agar dapat digunakan sebagai alat transaksi yang sah dan diterima. Aktivitas perbaikan uang kertas ini terjadi di Deir al Balah dan bukan hanya sekadar inovasi sementara, tetapi menjadi jalur penyelamat ekonomi kecil yang memungkinkan transaksi harian tetap berjalan di tengah krisis tunai dan keterbatasan akses ke layanan perbankan. Inisiatif ini juga menunjukkan daya tahan kreatif masyarakat yang beradaptasi dengan situasi ekstrem.

Baca Juga: Ketika Gaza Tak Lagi Bisa Meminta Tolong

Dikutip dari Xinhua, Samir Abu Mudallala, seorang analis ekonomi yang berbasis di Gaza mengatakan: “Bahwa krisis likuiditas adalah salah satu aspek paling serius dari keruntuhan ekonomi yang lebih luas.”

Ia mengaitkan krisis kelangkaan likuiditas diakibatkan karena operasi perbankan yang hampir berhenti total, serta karena kurangnya koordinasi dengan lembaga-lembaga keuangan yang berada di wilayah Tepi Barat. Bukan hanya itu, blokade menjadi faktor terbesar kelangkaan ini sebab proses pengiriman uang internasional pun terhambat. 

Kesulitan ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat sebagai pembeli saja, akan tetapi seorang pedangang pun mengalami kesulitan yang sama. Misalnya saja Abdul Karim Joda, seorang pemilik toko klontong di daerah Khan Yunis, ia mengatakan kepada Xinhua:

“Kami membeli barang dalam jumlah kecil dengan harga dua kali lipat, karena masalah pasokan dan harus membayar biaya transportasi yang tinggi. Semua tidak ada yang untung, pedagang dan warga sama-sama mengalami kesulitan.” ujarnya.

Baca Juga: Gencatan Senjata: Peluang untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Krisis ini bukan sekadar masalah ekonomi, ini mencerminkan runtuhnya sistem keuangan yang esensial bagi keberlangsungan hidup, serta menjadi tantangan besar bagi para pembuat kebijakan, lembaga bantuan, dan komunitas internasional yang berupaya merespons situasi kemanusiaan yang memburuk dari hari ke hari.

Harapan besar tertuju pada tercapainya gencatan senjata dalam waktu dekat, agar bantuan yang tertahan dapat masuk ke seluruh wilayah Palestina, dan denyut kehidupan di Gaza bisa kembali berdetak.


Yuk! Zakat, infak, dan sedekah bersama LAZ Al Azhar. Hadirkan kebahagiaan dan kebermanfaatan yang lebih luas. Klik di sini.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA