Desingan peluru saling berseru, bombardir mortir, dan derung tank-tank merkava menjadi teror bagi warga sipil di Gaza. Genosida ini telah meninggalkan luka mendalam bagi generasi paling rentan, yaitu anak-anak. Di tengah kekerasan yang brutal dan sistematis, anak-anak menjadi korban yang paling menderita. Bukan hanya kehilangan keluarga dan tempat tinggal, tetapi juga harus menghadapi penderitaan akibat luka-luka yang tak tertangani. Luka-luka mereka bukan hanya fisik, tapi juga batin yang terus berdarah. Tak hanya itu, anak-anak terpaksa harus hidup tersiksa karena kekurangan gizi, serta keterbatasan akses terhadap obat-obatan dan layanan kesehatan dasar.
Banyak anak-anak yang terluka harus bertahan dengan infeksi, amputasi darurat tanpa anestesi, atau trauma psikologis tanpa dukungan. Kekurangan obat-obatan dasar seperti antibiotik, pereda nyeri, dan vaksin ikut memperparah situasi. Menjadikan kondisi mereka sebagai potret nyata dari krisis kemanusiaan yang mengiris nurani.
Baca Juga: Puisi yang Tak Sempat Ditulis: Kisah Shahad dari Sel Damoun
Krisis ini bahkan disaksikan langsung oleh beberapa relawan tenaga medis yang berasal dari luar negeri termasuk Indonesia, mereka menceritakan kengerian yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Bahkan terkadang mereka sampai harus menolak pasien dikarenakan rumah sakit tidak memiliki peralatan yang tepat untuk merawat para korban.
Salah satu penderitaan ini dirasakan oleh seorang anak bernama Hur, ia mengalami diare dan muntah-muntah, akibatnya ia menderita dehidrasi parah. Dehidrasi yang bisa dengan mudah dicegah dan ditangani di tempat lain, namun di Gaza bisa menjadi vonis mati, hanya karena tak ada akses pada hal-hal paling mendasar seperti air bersih. Tangis Hur pecah ketika jarum-jarum tajam menusuk tubuhnya, kesakitan ini dirasakan pula oleh para orang tua yang mengalami nasib yang sama saat melihat penderitaan buah hatinya.
Baca Juga: Memperingati Hari Anak: Apakah Semua Anak Sudah Mendapatkan Haknya?
Kita mungkin tak bisa menghentikan perang sendirian, tapi kita bisa memilih untuk tidak diam. Menyuarakan kebenaran, menguatkan solidaritas, dan terus mendoakan agar anak-anak Gaza kembali memiliki masa depan, masa yang kini masih tertahan di balik tembok reruntuhan dan langit yang dipenuhi asap.
Semoga suatu hari, tangis Hur berganti tawa, dan Gaza kembali menjadi tempat anak-anak bisa bermain… tanpa takut peluru menghentikan langkah kecil mereka.
Yuk! Zakat, infak, dan sedekah bersama LAZ Al Azhar. Hadirkan kebahagiaan dan kebermanfaatan yang lebih luas. Klik di sini.