Zakat adalah salah satu rukun Islam yang memiliki peran penting dalam menumbuhkan solidaritas sosial dan membersihkan harta. Di era digital saat ini, metode pembayaran zakat pun semakin beragam, mulai dari transfer bank hingga platform digital dan dompet elektronik. Namun, bagaimana jika seseorang membayar zakat menggunakan kartu kredit? Apakah hal itu sah secara syariat, atau justru menyalahi prinsip zakat yang seharusnya diberikan dari harta yang dimiliki?
Pertanyaan ini mulai sering muncul seiring meningkatnya kemudahan transaksi non-tunai. Di satu sisi, kartu kredit menawarkan kenyamanan dan kecepatan, namun di sisi lain, ada pertimbangan syariat terkait kepemilikan harta, utang, dan riba yang perlu diperhatikan.
Nah, sebelum membahas hukumnya, ada yang perlu kita ketahui bahwa kartu kredit itu ada yang syariah dan konvensional. Mekanisme pembayarannya pun berbeda dengan kartu debit pada umumnya. Jika kartu debit saldo langsung dipotong dari rekening, sementara pada kartu kredit saldo tabungan tidak dipotong. Dan pihak bang akan mencatatnya sebagai pinjaman atau utang, yang harus dibayarkan rutin setiap bulan.
Baca Juga: Berbagi 2,5% untuk 100% Perubahan
Setelah mengetahui substansi dari kartu kredit tersebut, maka kasus seperti ini harus dilihat dari beberapa kondisi:
1. Apabila donatur sudah dikenai wajib zakat dan menggunakan kartu kredit untuk kemudahan. Lalu ia berzakat menggunakan kartu itu bukan karena sedang kesulitan uang, maka diperbolehkan. Namun, dengan syarat ia harus membayar tagihan dengan cepat sesuai nominal yang ditagih.
Perlu diingat, bahwa pada kondisi ini ia bukan tidak memiliki dana untuk berzakat akan tetapi, kondisinya memungkinkan ia tidak bisa mengirimkan uang kepada amil zakat dan hanya kartu kredit saja yang saat itu bisa digunakan.
Hal ini merujuk kepada kaidah “Segala sesuatu jika sempit, menjadi luas dan jika (kembali) luas, menjadi sempit.” (Syarah Majalah Al-Ahkam:18, Al-Asybah wa an-Nazhair: 83, Ibnu Nujaim: 84). Di sebagian kondisi ada kesulitan untuk memberikan atau membayar (mentransfer) donasi zakat kepada mustahik melalui amil.
2. Kondisi kedua ialah, jika ada pilihan menggunakan kartu kredit syariah atau konvensional maka disarankan untuk menggunakan kartu kredit syariah. Kondisi ini merujuk pada fatwa MUI tetang Syariah Card yang bunyinya:
Fatwa DSN MUI No. 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card. Kartu kredit syariah diperbolehkan selama tidak mengenakan bunga, hanya membebankan biaya seperti penjaminan, iuran keanggotaan, biaya merchant, biaya tarik tunai, serta denda atau ganti rugi atas keterlambatan. Selain itu, transaksi harus untuk hal yang halal, tidak mendorong konsumsi berlebihan, dan pemiliknya mampu melunasi utangnya.
Oleh sebab itu, karena kartu kredit syariah berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam dan akad-akad yang digunakan berdasarkan dalil-dalil dari Al-Quran dan hadis, maka para ulama membolehkan penggunaannya sebagai alat bayar untuk kemudahan, keamanan dan kenyamanan kaum Muslimin.
Baca Juga: Cuan dari Crypto, Gimana Hukum Zakatnya?
3. Terakhir, apabila donatur belum memenuhi syarat atau kriteria untuk berzakat, tapi ia ingin menunaikan infak atau sedekah menggunakan kartu kredit, maka diperbolehkan. Namun, ia harus memenuhi adab-adab berhutang.
Jadi, penggunaan kartu kredit syariah untuk transaksi sesuai syariat, seperti jual beli atau sewa-menyewa, hukumnya halal. Karena akadnya sama, kartu kredit syariah juga boleh digunakan untuk membayar zakat. Namun, wajib dipastikan bahwa harta pemegang kartu telah mencapai nishab (senilai 85 gram emas murni) dan dimiliki selama satu haul (setahun hijriah), karena zakat hanya diwajibkan jika kedua syarat ini terpenuhi.
Yuk! Zakat, infak, dan sedekah bersama LAZ Al Azhar. Hadirkan kebahagiaan dan kebermanfaatan yang lebih luas. Klik di sini.