Dalam
kehidupan, ujian dan cobaan dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari
perjalanan manusia. Manusia akan diuji dengan segala sesuatu, baik dengan
hal-hal yang disenanginya maupun dengan berbagai perkara yang dibenci dan tidak
disukainya. Hingga pada akhirnya kita kerap berpikir jika satu masalah selesai,
setelah ini apalagi. Sejatinya musibah akan terus ada selama kita hidup, karena
bagaimanapun juga dunia ini adalah tempat cobaan dan ujian.
Allah
Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan
Kami pasti akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang
yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan
kepada-Nyalah kami kembali untuk dihisab).” (Q.S Al-Baqarah: 155-156).
Sebagai umat Islam keyakinan bahwa musibah tidak akan terjadi kecuali atas izin Allah merupakan bagian penting dari keimanan. Musibah sebagai ketentuan dan takdir Allah, menegaskan bahwa apa yang terjadi di alam semesta atas kehendak-Nya dan tidak ada seorangpun dapat menolak dan mencegah datangnya musibah.
Baca juga: Kenapa Allah Memberikan Ujian Ini?
Allah
menguji hamba-Nya untuk mengetahui respons kita terhadap apa yang Allah
berikan, apakah akan memahami segala cobaan yang dirasakan sebagai sarana
latihan bersyukur, penghapus dari dosa, serta membuatnya lebih dekat dan lebih
tawakal kepada Allah? Atau justru malah menjauh dan kufur.
Kemudian, bagaimana cara kita tahu
bahwa musibah yang datang merupakan sebuah ujian atau azab dari Allah.
Jawabannya, tergantung kita menyikapinya bagaimana. Jika kita tidak terima
dengan musibah yang merupakan takdir dan perbuatan Allah maka hal itu adalah
azab. Sementara, jika musibah membuat kita semakin dekat kepada Allah maka hal
tersebut dapat menaikan derajat dan kemuliaan kita sebagai seorang hamba di
hadapan Allah juga sebagai bentuk kecintaan Allah terhadap hamba-Nya.
Jadi, setiap musibah yang kita
terima bisa jadi merupakan azab, penebus dosa atau ujian untuk mengangkat
derajat tergantung bagaimana sikap kita menghadapinya. Adapun jika kita merasa
bahwa ujian sebagai hukuman dari Allah, kita harus berhusnuzon berprasangka baik
kepada-Nya bahwa musibah yang kita terima adalah bentuk cinta-Nya kepada
hamba-Nya disertai dengan sikap rida dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya).