20 Desember, menjadi momentum bersejarah dunia, karena pada hari ini diperingati “Hari Solidaritas Kemanusiaan Internasional”. Momentum ini lahir atas dasar merayakan persatuan manusia dalam keberagaman; hari untuk menggiatkan cara-cara meningkatkan solidaritas demi tercapainya tujuan, pembangunan berkelanjutan termasuk pengentasan kemiskinan, dan hari untuk mendorong inisiatif baru dalam pengentasan kemiskinan.
Di abad ke-21 ini, momentum tersebut masih sangat relevan. Apalagi dalam konteks globalisasi dan tantangan meningkatnya ketimpangan, penguatan solidaritas internasional menjadi sangat penting. Akan tetapi, jika berkaca pada persoalan dunia yang sangat kompleks, yang bahkan ada satu masalah besar yang belum terselesaikan sekalipun oleh PBB. Momentum 20 Desember sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan internasional tentu menimbulkan banyak pertanyaan. Sudahkah keamanan di dunia ini adil untuk seluruh negara? Sudahkah solidaritas kemanusiaan ini memiliki aksi nyata untuk melindungi masyarakat yang sedang tertindas? Atau semua momentum itu sebetulnya hanya sekadar peringatan belaka? Tanpa ada aksi nyata.
Baca juga: Satu Hati untuk Palestina: Langkah Bersama Menuju Merdeka!
Berpuluh-puluh tahun lamanya, Palestina menjadi negara yang terjajah. Bukan sekadar konflik, namun Genosida yang digencarkan oleh Israel menimbulkan banyak sekali kerugian dan tumbang nyawa. Rakyat Palestina diusir paksa, hak-hak untuk hidup, hak-hak untuk mendapatkan tempat tinggal dan pendidikan, perlahan sirna. Konflik besar dunia antara Palestina dan Israel seakan menjadi film yang dipertontonkan melalui layar lebar. Semua hanya melihat, namun hingga detik ini, persoalan tersebut belum saja usai. Ironisnya, organisasi internasional PBB belum bisa menyelesaikan persoalan tersebut secara efektif. Padahal, PBB adalah organisasi internasional yang memegang perangkat Dewan Keamanan dan Dewan Hak Asasi Manusia. Akan tetapi masih saja lemah ketika menghadapi kebrutalan Israel di Palestina. Mengapa demikian?
Satu contoh, Resolusi 2334 yang dulu dilakukan PBB, yang mengecam pemukiman Israel di wilayah Palestina, sering hanya bertahan di atas kertas. Eksekusi dan implementasinya di lapangan terhambat oleh banyak faktor, termasuk veto dari anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB, seperti AS. Seharusnya PBB bisa meleraikan Genosida yang dilakukan Israel. Tetapi sayangnya tidak bisa. Hingga saat ini, serangan Israel semakin meluas dengan korban jiwa yang semakin bertambah setiap harinya. Lantas, di mana keadilan itu berada? Jika organisasi yang memegang hak penting pun dalam sebuah perdamaian masih terkungkung oleh hak veto yang kekuatan besar cenderung menggunakan kekuatannya demi kepentingan nasional sendiri, bukan untuk mencapai perdamaian bersama.
Yuk! Zakat, infak, dan sedekah bersama LAZ Al Azhar. Hadirkan kebahagiaan dan kebermanfaatan yang lebih luas. Klik di sini.