Zakat Harta Gono-Gini: Apa Kata Islam?

Zakat Harta Gono-Gini: Apa Kata Islam?


Risdawati
08/10/2025
14 VIEWS
SHARE

Pembahasan mengenai zakat atas harta gono-gini masih belum banyak dikenal atau dibicarakan secara luas di masyarakat. Padahal, ini merupakan isu yang cukup penting dalam kehidupan rumah tangga masa kini, terutama ketika menyangkut kewajiban menunaikan zakat atas harta yang dimiliki bersama oleh suami dan istri.

Dalam literatur fikih klasik, istilah harta gono-gini memang tidak dikenal secara langsung. Namun, para ulama membahas konsep serupa melalui prinsip syirkah, yaitu kepemilikan bersama antara dua orang atau lebih dalam suatu harta.

Memahami posisi syariat dalam hal ini sangat penting, agar zakat bisa ditunaikan dengan tepat dan tidak memberatkan salah satu pihak, serta tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Islam. Untuk memahami lebih jauh, mari kita kenali terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan harta gono-gini menurut hukum dan bagaimana konsep ini dipandang dalam Islam.

Apa Itu Harta Gono-Gini?

Menurut hukum di Indonesia, harta gono-gini merujuk pada harta bersama yang didapatkan oleh suami dan istri selama masa pernikahan. Artinya, semua penghasilan, aset, atau kekayaan yang didapat selama mereka terikat dalam hubungan pernikahan dianggap sebagai milik bersama, kecuali jika ada perjanjian pisah harta sebelumnya.

Pembagian harta gono-gini juga diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) pasal 119, serta Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 85 dan 86. Bahkan, pada pasal 37 Undang-Undang Perkawinan, serta Pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam, menyebutkan bahwa jika terjadi perceraian atau kematian, harta bersama dibagi secara adil, yaitu masing-masing pihak mendapat setengah bagian.

Prinsip keadilan ini juga ditegaskan dalam Al-Quran, yang melarang suami mengambil kembali harta (mahar) yang telah diberikan kepada istri, meskipun terjadi perceraian:

“Jika kamu ingin mengganti istri dengan istri yang lain, sedangkan kamu telah memberikan kepada salah seorang di antara mereka harta yang banyak (sebagai mahar), janganlah kamu mengambilnya kembali sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan cara dusta dan dosa yang nyata?” (QS. An-Nisa: 20).

Sementara itu, pandangan ulama Nahdlatul Ulama mengenai harta gono-gini pernah dibahas dalam Mukhtamar NU ke-1. Para kiai menyamakan harta gono-gini dengan syirkah abdan, yaitu kerja sama usaha antar suami dan istri. Artinya, apabila hanya satu pihak yang memberi modal, jika usaha dijalankan bersama dan keuntungannya bercampur, maka hasilnya bisa dianggap sebagai milik bersama. Namun, jika kontribusi masing-masing masih bisa dibedakan dengan jelas, maka harta dikembalikan sesuai porsi usaha masing-masing. Sebaliknya, jika sulit dibedakan, maka penyelesaian dilakukan dengan cara damai (sulh).

Hukum Zakat Gono-Gini

Syarat wajib berzakat salah satunya adalah harta yang dimiliki jelas kepemilikannya dan sudah mencapai nisab dan haul. Jika harta gono-gini status hartanya sudah jelas, maka barulah jelas siapa yang memiliki tanggung jawab zakat dari harta tersebut. Misalnya pihak yang menerima bagian tertentu, wajib mencukupkan zakat sesuai dengan ketentuan syariat.

Untuk menghindari ketidakjelasan harta penting bagi pasangan suami dan istri (Muslim) untuk sejak awal memperjelas kepemilikan dalam setiap transaksi bersama, misalnya dengan mencatat besarnya kontribusi masing-masing. Langkah ini bermanfaat untuk mencegah sengketa yang rumit di kemudian hari, terutama jika terjadi perceraian atau kematian salah satu pihak.

Dengan adanya kesepakatan di awal dapat mencegah kebingungan soal zakat. Jika tidak ada perjanjian, pasangan tetap bisa menyepakati bentuk kepemilikan bersama (syirkah abdan), sehingga masing-masing dapat menunaikan zakat sesuai bagiannya. Dengan cara ini, kewajiban zakat atas harta gono-gini tetap dapat dijalankan sesuai syariat.

Zakat bukan hanya kewajiban individual, tetapi juga cermin keadilan dan tanggung jawab bersama dalam keluarga. Dengan memahami prinsip syirkah dan memperjelas kepemilikan harta sejak awal, pasangan suami istri bisa menunaikan zakat secara adil, tanpa saling memberatkan. Mari jadikan zakat sebagai wujud keberkahan, bukan beban.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA