Matematika Tersulit adalah Rp2 Juta Dibagi 30 Hari

Matematika Tersulit adalah Rp2 Juta Dibagi 30 Hari


Risdawati
07/10/2025
9 VIEWS
SHARE

Media sosial akhir-akhir ini diramaikan dengan sebuah kalimat yang menyentil: “Matematika tersulit adalah Rp2 juta dibagi 30 hari.” Sekilas terdengar seperti soal matematika sederhana, namun di balik kalimat itu tersimpan realita pahit yang mencerminkan kondisi ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia.

Kalimat ini menjadi viral bukan karena lucu, melainkan karena begitu banyak orang merasa tersentuh bahkan terwakili. Gaji sebesar Rp2 juta per bulan mungkin dianggap cukup oleh sebagian orang. Namun bagi banyak pekerja, terutama di sektor informal atau mereka yang baru mulai bekerja, angka ini menjadi tantangan besar. Dengan nominal tersebut, mereka harus mencukupi kebutuhan makan, transportasi, tempat tinggal, hingga pengeluaran tak terduga lainnya semuanya dalam waktu 30 hari.

Fenomena ini tidak berdiri sendiri. Ia mencerminkan beban ekonomi yang terus meningkat, terutama bagi mereka yang berada di lapisan penghasilan terbawah. Tak sedikit warganet yang mengungkapkan keresahan serupa lewat media sosial:

“Namanya juga idupppp yak, mo begimana lagiii... Tapi biar Rp2jt cukup dibagi 30,” tulis akun Instagram @bang***

“Nakes, 2jt/bulan, hidup di rantau, dibagi buat kost, makan, orangtua kalau ada sisa sedikit ditabung,” ungkap akun @devi***.

Ironisnya, narasi ini mencuat di tengah naiknya harga kebutuhan pokok, biaya transportasi, dan keperluan hidup lain yang terus merangkak. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat berpenghasilan rendah dipaksa untuk terus berhemat, memutar otak, dan mencari cara agar penghasilan sekecil apapun bisa cukup untuk sebulan penuh.

Lebih jauh lagi, kalimat tersebut menggugah pertanyaan mendasar: apakah pendapatan yang dianggap “layak” benar-benar mampu menjamin kehidupan yang manusiawi?

Jika menilik standar Upah Minimum Regional (UMR), jawabannya masih jauh dari harapan. Terlebih di kota-kota besar seperti Jakarta atau Surabaya. Misalnya, UMR Jakarta tahun 2025 sudah mencapai Rp5,6 juta. Namun tingginya biaya hidup di ibu kota membuat nominal itu hanya cukup untuk transportasi, sewa tempat tinggal, dan makan. Bagi yang sudah berkeluarga, apalagi punya anak, jelas masih belum cukup untuk kehidupan yang layak.

Sementara itu, nasib mereka yang bekerja tanpa status formal seperti buruh harian, pedagang kecil, atau kurir lepas adalah kelompok paling rentan. Mereka sering kali tidak memiliki kontrak kerja, tidak mendapat jaminan kesehatan atau ketenagakerjaan, dan penghasilannya tidak tetap. Artinya, mereka tidak hanya hidup dalam ketidakpastian ekonomi, tapi juga tanpa perlindungan sosial yang semestinya mereka dapatkan.

Melihat kondisi ini, tanggung jawab tentu tidak bisa dibebankan sepenuhnya pada individu. Peran pemerintah dan pengusaha menjadi kunci dalam menciptakan perubahan yang lebih adil. Pemerintah dan pengusaha seharusnya fokus pada perbaikan sistem upah, memperluas perlindungan bagi pekerja informal, dan memastikan penegakan regulasi berjalan adil. Tanpa langkah konkret ini, kesenjangan akan terus melebar dan kehidupan layak bagi pekerja berpenghasilan rendah akan semakin sulit dicapai.

Meski solusi jangka panjang terletak pada perbaikan kebijakan dan sistem upah, masyarakat tetap harus bertahan dengan kondisi saat ini. Berikut beberapa cara yang dilakukan sebagian orang untuk menyiasati gaji minim agar tetap bisa hidup layak.

1. Mengatur anggaran dengan ketat

2. Masak sendiri dan kurangi jajan

3. Mencari penghasilan tambahan

4. Manfaatkan promo dan diskon

5. Hidup bersama keluarga atau patungan kos

6. Menunda kebutuhan sekunder

Strategi-strategi ini bukan solusi permanen, tapi cerminan daya juang masyarakat yang terus bertahan di tengah tekanan ekonomi.

Kalimat “Rp2 juta dibagi 30 hari” mencerminkan realitas hidup yang sulit bagi banyak pekerja di Indonesia, terutama mereka yang bergaji rendah dan bekerja di sektor informal. Di tengah kenaikan biaya hidup dan standar upah yang belum memadai, banyak orang dipaksa bertahan dengan cara-cara seadanya. Situasi ini menegaskan pentingnya perbaikan sistem upah, perlindungan bagi pekerja informal, dan keberpihakan kebijakan agar hidup layak bukan lagi sekadar harapan.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA