Impian meraih FYP (For Your Page) dan menjadi viral kini mendominasi banyak orang. Dalam perlombaan mengejar jutaan tontonan, like, dan pujian, banyak yang rela melewati batas moral. Ada yang menjual martabat, membuka aurat, menyebarkan kesalahan, bahkan menjadikan nilai-nilai agama sebagai bahan lelucon hanya demi memenuhi tuntutan algoritma. Mereka lupa, setiap kata, gambar, suara, dan dampak digital akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt kelak.
FYP sendiri merupakan fitur algoritma yang memperluas jangkauan konten kepada pengguna media sosial. Video yang masuk FYP memberi peluang seseorang untuk cepat terkenal dan dari sinilah godaan besar muncul. Popularitas semu membuat seseorang ketagihan pujian, merasa dihargai, bahkan nekat berkata kasar atau merendahkan ajaran Islam demi sensasi.
Padahal, Rasulullah saw telah mengingatkan tentang bahaya riya (pamer).
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya” (pamer ibadah).” (HR. Ahmad, dinilai hasan oleh al-Albani).
Jika niat seseorang hanya untuk dilihat manusia dan bukan karena Allah, maka amalnya terancam sia-sia. Allah Swt berfirman:
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong. Maka ketika itu, mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am: 44).
Popularitas di dunia tidak selalu berarti keberkahan. Jika konten yang dibuat menjerumuskan orang lain pada kesalahan, maka dosanya tidak hanya berhenti pada pembuatnya, tetapi juga orang-orang yang mengikutinya. Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa yang memulai suatu sunah (perbuatan atau kebiasaan) yang baik, lalu diamalkan oleh orang lain, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya setelah itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang memulai suatu sunah yang buruk, lalu diamalkan oleh orang lain, maka ia akan menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengikutinya setelah itu, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim).
Inilah bahaya konten negatif di era digital. Ketika satu dosa dipertontonkan, dosa itu dapat menyebar luas dan kembali menjadi beban bagi pembuatnya. Allah Swt telah memberikan peringatan keras melalui surah Al-Isra ayat 18:
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (QS. Al-Isra’: 18).
Sebaliknya, bagi mereka yang menahan diri, menjaga kehormatan, dan menggunakan media sosial untuk kebaikan, setiap postingan dapat menjadi ladang pahala. Mereka sadar bahwa dunia hanyalah sementara, dan akhirat adalah tujuan yang sebenarnya. Menebar kebaikan, menjaga lisan, serta menghormati nilai-nilai agama di ruang digital adalah bagian dari bentuk ketakwaan masa kini.
Popularitas bukanlah ukuran kemuliaan. Sorotan kamera bukan jaminan surga. Karena yang Allah nilai bukan seberapa viral seseorang, melainkan seberapa ikhlas dan benar amalnya. Viral tak menjamin selamat. Jadikan setiap postingan sebagai bekal, bukan penyesalan. Karena sorotan dunia akan padam, sementara hisab akhirat pasti datang. Saat cahaya dunia redup, hanya amal yang akan bersinar.