Perindustrian atau perusahaan, oleh Yusuf Al-Qardawi menyebutkannya dengan istilah al-mustaqallat, yaitu harta benda yang tidak diperdagangkan, akan tetapi diperkembangkannya dengan dipersewakan atau dijual hasil produksinya, benda hartanya tetap akan tetapi manfaatnya yang berkembang.
Para ulama menganalogikan zakat perusahaan kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi, kegiatan sebuah perusahaan intinya adalah kegiatan trading atau perdagangan. Perbedaanya dengan harta perniagaan adalah bahwa keuntungan yang diperoleh dalam perdagangan adalah lewat penjualan atau pemindahan benda-benda itu ke tangan orang lain. Sedangkan harta perusahaan masih berada di tangan pemilik, dan keuntungan diperoleh dari penyewaan atau penjualan produknya.
Kewajiban zakat pada harta-harta di atas, dengan dalil-dalil berikut ini:
a. Teks Al-Quran dan As-Sunnah tentang zakat, mencakup seluruh jenis harta kekayaan dan perusahaan adalah jenis harta kekayaan.
b. Alasan kewajiban zakat harta adalah pertambahan, setiap harta yang bertambah, maka wajib zakat, seperti hewan ternak, pertanian, dan uang. Sedangkan harta konsumsi pribadi, dikategorikan sebagai harta tidak berkembang, maka tidak wajib zakat. Dan perusahaan adalah jenis kekayaan yang paling besar perkembangannya di zaman sekarang ini.
Nisab zakat perindustrian seperti zakat perdagangan, yaitu 85 % emas. Sedangkan kadar zakatnya 2,5 % setelah mencapai haul.
Simulasi hitung zakat:
Perusahaan “Maju Jaya” memiliki aset usaha senilai Rp.3.000.000.000,- dengan hutang jangka pendek senilai Rp. 500.000.000,-. Jika harga emas saat ini Rp. 800.000,-/gram. Maka nisab zakat Rp.68.000.000,- sehingga perusahaan “Maju Jaya” sudah wajib zakat. adapun zakat yang harus dikeluarkan sebesar 2,5 % X (Rp. 3.000.000.000,- - Rp. 500.000.000) = Rp. 62. 500.000,-
Sumber: Buku Panduan Zakat LAZ Al Azhar