Infak Pintar, Manfaat Maksimal

Infak Pintar, Manfaat Maksimal


Risdawati
19/11/2025
11 VIEWS
SHARE

Infak bukan sekadar memberi, tapi cara seorang Muslim mengelola hartanya dengan sadar dan penuh tujuan. Dengan menyalurkannya pada tempat yang tepat dan dengan niat yang lurus, setiap rupiah dapat menjadi ladang pahala. Di zaman sekarang, banyak peluang berinfak, sehingga kita perlu cerdas agar kebaikan yang dikeluarkan memberi manfaat maksimal bagi penerima maupun diri sendiri.

Imam Al-Ghazali rahimahullah menekankan pentingnya menyalurkan infak kepada pihak yang tepat, seperti ahli agama dan orang miskin yang menjaga harga diri. Mereka tidak menampakkan kesusahannya, namun sangat membutuhkan bantuan. Menurut beliau, infak kepada orang-orang seperti ini lebih besar pahalanya dibandingkan kepada mereka yang terbiasa meminta-minta. Beliau juga menegaskan keutamaan membantu para penuntut ilmu, karena dengan terpenuhinya kebutuhan mereka, mereka dapat fokus menuntut ilmu yang kelak memberi manfaat luas.

Ibnu al-Mubarok bahkan mengkhususkan infaknya untuk para ulama. Ketika ditanya mengapa tidak diberikan kepada semua orang, beliau menjawab bahwa kedudukan ulama sangat mulia, dan bila mereka harus sibuk mencari nafkah, ilmu tidak akan berkembang. Maka membantu mereka berarti membantu menyebarkan ilmu.

Dari penjelasan para ulama ini, kita memahami bahwa infak yang cerdas diarahkan kepada dua golongan utama: penuntut ilmu dan orang miskin yang menjaga kehormatan dirinya.

Berinfak pada Penuntut Ilmu

Infak kepada penuntut ilmu bukan hanya membantu satu orang, melainkan berpotensi menjadi pahala yang mengalir sepanjang usia, karena manfaat ilmu yang mereka ajarkan akan terus bertumbuh dan dirasakan banyak orang. Diriwayatkan dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

“Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah, salah seorang mendatangi Nabi (untuk belajar), sementara saudaranya bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu kepada Nabi, maka Nabi bersabda: ‘Mudah-mudahan engkau diberi rezeki dengan sebab dia.’” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya [2346] dan al-Hakim dalam Mustadrak-nya [320], shahih).

Al-Mubarakfury rahimahullah juga menjelaskan sabda Nabi, yaitu “Mudah-mudahan engkau diberi rezeki dengan sebab dia” yang menggunakan shigat majhul (kata kerja pasif) seolah ingin berkata, “Yakni, aku berharap atau aku takutkan bahwa engkau sebenarnya diberi rezeki karena sebab keberkahan saudaramu. Namun, saudaramu itu diberi rezeki karena sebab usahamu. Maka hendaknya jangan kamu mengungkit-ungkit pemberianmu.” (lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/8).

Berinfak kepada Orang Miskin yang Tidak Meminta-Minta

Sebagian orang miskin memilih menjaga harga diri dan tidak meminta-minta meski hidup dalam kesulitan. Memberikan infak kepada mereka adalah bentuk kepedulian yang sangat dianjurkan, karena kita membantu orang yang membutuhkan namun enggan menampakkan kesusahannya. Infak seperti ini bukan hanya meringankan beban mereka, tetapi juga menjadi bukti kasih sayang dan kepekaan sosial seorang Muslim.

Rasulullah saw bersabda: “Orang miskin itu bukanlah mereka yang berkeliling meminta-minta kepada orang lain agar diberikan sesuap atau dua suap makanan dan satu dua butir kurma.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, (kalau begitu) siapa yang dimaksud orang miskin itu?” 

Beliau menjawab, “Mereka ialah orang yang hidupnya tidak berkecukupan, dan tidak ada yang menyadari (kemiskinannya) sehingga tidak ada yang memberinya sedekah (zakat), dan mereka tidak mau meminta-minta sesuatu pun kepada orang lain.” (HR. Al-Bukhari [1479], Muslim [1039, 101]).

Allah Swt juga menjelaskan golongan ini dalam firman-Nya:

 “(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia yang tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 273).

Memberikan infak dengan cerdas bukan sekadar menyalurkan harta, tapi juga menumbuhkan keberkahan bagi diri sendiri dan orang lain. Dengan menyalurkannya kepada penuntut ilmu atau orang miskin yang menjaga harga diri, setiap rupiah akan menjadi amal yang terus mengalir dan memberi manfaat maksimal. Semoga setiap langkah kebaikan kita senantiasa diridai Allah dan menjadi ladang pahala yang tak terputus.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA