Benih Kecerdasan di Usia Muda: Kisah Inspiratif Imam Asy-Syafi’i

Benih Kecerdasan di Usia Muda: Kisah Inspiratif Imam Asy-Syafi’i


Risdawati
14/11/2025
27 VIEWS
SHARE

Siapa yang tidak mengenal Imam Asy-Syafi’i, seorang ulama besar yang mulia. Karakter dan integritasnya sebagai ahli ilmu layak dijadikan teladan bagi umat Islam. Berkat kecerdasannya, mazhab Syafi’i berkembang pesat hingga ke berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia, yang menjadi salah satu negara dengan mayoritas pengikut mazhab ini.

Sebagai salah satu dari empat mazhab besar dalam Islam, keilmuan Imam Asy-Syafi’i tidak perlu diragukan lagi. Perjalanan beliau menuntut ilmu menjadi sumber inspirasi yang berharga, penuh pelajaran, dan patut diteladani.

Kisah Hidup Imam Asy-Syafi’i

Imam Asy-Syafi’i, yang bernama lengkap Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i, memiliki garis keturunan yang bersambung dengan nasab Rasulullah saw dari Abdul Manaf. Artinya, Imam Asy-Syafi’i berasal dari suku Quraisy dan bertemu nasabnya dengan Baginda Nabi, meskipun bukan keturunan langsung beliau saw.

Beliau lahir pada bulan Rajab tahun 150 H (767 M) di Gaza, Palestina. Ayahnya, Idris, berasal dari Hijaz dan merupakan keturunan Al-Muththalib. Saat masih kecil, Imam Asy-Syafi’i ditinggal wafat oleh ayahnya. Dua tahun setelah kelahiran, ibunya, Fatimah al-Azdiyyah, membawanya ke Makkah agar tumbuh dalam lingkungan yang menjaga garis keturunan dan agamanya.

Di Makkah, Imam Asy-Syafi’i mulai menunjukkan kecerdasannya. Sejak kecil ia dikenal mampu menghafal syair, menguasai bahasa Arab, dan memahami sastra dengan mendalam. Pada usia tujuh tahun, beliau telah menghafal Al-Qur’an. Karena keterbatasan biaya, beliau belajar dengan mengandalkan kebaikan hati para guru. Selain itu, beliau menimba ilmu tafsir dan hadis, termasuk belajar langsung di tengah suku Hudzail, kabilah Arab yang terkenal kefasihan bahasanya.

Selain unggul dalam ilmu, Imam Asy-Syafi’i juga mahir dalam memanah dan berkuda. Beliau pernah berkata, “Aku menekuni dua hal: ilmu dan memanah. Dalam memanah, aku dapat mengenai 10 dari 10 target.”

Perjalanan Menuntut Ilmu

Pada usia 10 tahun, ibunya mulai mengarahkan beliau belajar kepada ulama besar. Di Makkah, beliau berguru kepada Muslim bin Khalid az-Zanji, dan pada usia 15 tahun telah diizinkan memberikan fatwa. Beliau juga belajar dari ulama lain seperti Dawud bin Abdurrahman al-Athar, pamannya Muhammad bin Ali bin Syafi’i, dan Sufyan bin ‘Uyainah.

Semangat Imam Asy-Syafi’i dalam menuntut ilmu terlihat dari perjalanan panjangnya ke berbagai negeri, termasuk Madinah untuk berguru kepada Imam Malik, setelah terlebih dahulu menghafal kitab Al-Muwaththa’. Lalu ke Kufah (Irak), Yaman, Persia, dan wilayah lain selama lebih dari dua tahun. Keuletannya dalam menuntut ilmu selalu diiringi dengan adab tinggi kepada guru, sehingga beliau menjadi teladan bagi umat Muslim.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari sahabat Abu Darda radhiyallāhu ‘anhuma, Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena rida dengan apa yang mereka lakukan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).

Hadis ini menggambarkan kemuliaan pencari ilmu, yang tercermin kuat dalam perjalanan Imam Asy-Syafi’i sejak usia muda.

Karya dan Pesan

Imam Asy-Syafi’i dikenal produktif menulis kitab, seperti Al-Umm dan Ar-Risalah. Dengan bekal kesungguhan, pada usia 15 tahun beliau telah menjadi mufti, tempat umat bertanya mengenai agama. Hampir semua ilmu yang beliau pelajari dapat dihafal dengan baik, termasuk tulisan di kertas sisa maupun tulang.

Beliau sangat mencintai Al-Qur’an. Saat membaca, pendengar sering meneteskan air mata karena kekhusyukan dan keindahan bacaan beliau. Demi menimba ilmu, beliau rela berjuang keras dengan cara sederhana. Beliau berpesan:

“Kamu tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam hal: kecerdasan, rakus ilmu, kesungguhan, biaya, berbaur dengan guru, dan membutuhkan waktu lama.”

Beberapa murid beliau yang terkenal antara lain Ahmad bin Hanbal, Al-Muzani, dan Al-Rabi’ bin Sulaiman.

Pelajaran dari Kisah Imam Asy-Syafi’i

Kehidupan Imam Asy-Syafi’i meninggalkan teladan luar biasa bagi umat Muslim hingga kini. Ketekunan, kecerdasan, dan kesungguhan beliau dalam menuntut ilmu, diiringi akhlak mulia, menjadi inspirasi bagi siapa pun yang menapaki jalan ilmu. Karya dan ajaran beliau terus hidup, menjadikannya ulama besar yang abadi namanya dalam sejarah Islam.

Menurut Rabi’ bin Sulaiman, Imam Asy-Syafi’i wafat pada malam Jumat setelah Magrib, dan dimakamkan pada Jumat setelah Asar, di hari terakhir bulan Rajab 204 H, pada usia 54 tahun. Wafatnya menutup kehidupan penuh prestasi, tetapi warisan ilmu dan teladan beliau tetap hidup bagi generasi berikutnya.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA