Bisa Titip Sedekah Saat Umroh? Simak Penjelasannya!

Bisa Titip Sedekah Saat Umroh? Simak Penjelasannya!


Risdawati
12/11/2025
25 VIEWS
SHARE

Ibadah umroh bukan sekadar menjalankan rukun dan sunah, tetapi juga menjadi kesempatan untuk memperbanyak amal kebaikan, salah satunya melalui sedekah. Belakangan ini, praktik menitipkan sedekah kepada jamaah umroh semakin sering dilakukan oleh umat Muslim. Seolah menyatukan dua kebaikan sekaligus: berbagi dengan sesama sambil menghantarkan doa dan amal menuju Tanah Suci. Namun, muncul pertanyaan penting: bagaimana sebenarnya hukum menitipkan sedekah kepada orang yang sedang umroh? Dan apakah pahala yang didapatkan ikut berlipat ganda atau tetap sama?

Untuk memahami lebih dalam, berikut ulasan mengenai hukum menitipkan sedekah kepada jamaah umroh.

Keutamaan Sedekah di Tanah Suci

Sedekah merupakan amalan yang sangat mulia, terlebih ketika dilakukan di tempat yang suci seperti Makkah dan Madinah. Nilainya pun semakin besar jika dilakukan pada waktu-waktu penuh keberkahan, seperti bulan Ramadan atau bulan-bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab). 

Selain berpahala besar, amalan ini juga membuka kesempatan untuk mendapatkan doa dari para penerima sedekah, baik jamaah lokal maupun jamaah dari berbagai negara. Doa yang dipanjatkan di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi memiliki peluang besar untuk dikabulkan. Melalui sedekah, seorang Muslim bukan hanya membantu sesama yang membutuhkan, tetapi juga memperkuat ukhuwah Islamiyah di antara sesama umat.

Hukum Menitipkan Sedekah

Dalam Islam, wakalah berarti memberikan kuasa kepada orang lain untuk mewakili suatu urusan. Termasuk dalam ibadah sosial seperti sedekah, infak, dan zakat. Dengan demikian, hukum menitip sedekah kepada jamaah umroh hukumnya diperbolehkan, asal mengikuti ketentuan fiqih tentang wakalan atau perwakilan. Selama amanah itu dapat dijalankan dengan jujur dan sesuai niat pemberi, maka pahalanya tetap mengalir kepada yang menitipkan.

Rasulullah saw bersabda:

“Kaum Muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat.” (HR. Abu Dawud).

Dengan kata lain, selama orang yang dititipi sedekah memahami amanah tersebut dan jelas penerima serta tujuannya, maka menitipkan sedekah kepada orang yang sedang umroh termasuk amalan yang sah dan bernilai pahala. Namun, sebaliknya, apabila amanah itu dilanggar, maka perbuatan tersebut menjadi dosa. Seorang Muslim yang dengan sengaja mengingkari atau melanggar perjanjiannya secara terang-terangan, berarti telah berbuat aniaya dan melakukan pelanggaran.

Namun, bagaimana dengan pahala yang diperoleh apakah juga berlipat ganda seperti halnya salat?

Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai hal ini. Sebagian berpendapat bahwa keutamaan berlipat ganda hanya berlaku untuk ibadah salat, yaitu hingga 100.000 kali lipat, atau juga berlaku untuk amalan lain seperti puasa, sedekah, zikir, dan membaca tasbih. Terkait hal ini, terdapat dua pandangan utama yang berkembang.

1. Pendapat pertama, mayoritas ulama berpendapat bahwa amalan yang pahalanya dilipatgandakan di Tanah Haram hanyalah ibadah salat, bukan amalan lainnya. Pendapat ini didasarkan pada dalil-dalil yang secara khusus menyebutkan keutamaan salat. Sementara itu, untuk menyatakan bahwa amalan ketaatan lain seperti sedekah, puasa, zikir, atau membaca Al-Qur’an juga mendapatkan pelipatgandaan pahala, diperlukan dalil yang shahih dan jelas.

2. Pendapat kedua, amalan saleh juga dilipatgandakan di Tanah Haram, tidak hanya salat. Yang mengatakan seperti ini adalah Al Hasan Al Bashri. Beliau berkata:

“Barang siapa salat di Tanah Haram, maka dicatat baginya pahala puasa 100.000 hari. Begitu pula barang siapa bersedekah di Tanah haram dengan satu dirham, maka akan dilipatgandakan pahala sedekah dengan 100.000 dirham.” (Akbar Makkah, Al Fakihiy, 2/292).

Pendapat kedua ini berdalil dengan hadis riwayat Ibnu Majah bahwasanya Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa mendapati Ramadan di Makkah, lantas ia berpuasa dan melaksanakan salat di situ yang mudah baginya, maka Allah mencatat baginya 100.000 bulan Ramadan selain saat itu.” (HR. Ibnu Majah no. 3117. Dalam sanad hadits ini terdapat ‘Abdur Rahim bin Zaid Al ‘Ami seorang matruk hadits. Syaikh Al Albani katakan bahwa hadis ini maudhu’, diriwayatkan oleh perawi pendusta). Kemudian ada hadis dan atsar lainnya, akan tetapi semuanya tidak bisa dijadikan hujjah (alasan).

Kesimpulannya, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa pahala amalan ketaatan di Masjidil Haram dilipatgandakan seperti salat hingga 100.000 kali. Namun demikian, amalan saleh yang dilakukan di Tanah Haram tetap memiliki keutamaan dan kemuliaan lebih dibandingkan amalan di tempat lain, karena kesucian dan keistimewaan lokasi tersebut.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan, “Amalan lain selain salat tetap berlipatganda pahalanya di Tanah Haram, tetapi tidak disebutkan bilangan tertentu. Yang disebut dengan bilangan hanyalah amalan salat. Adapun amalan lain seperti puasa, zikir, membaca Al-Qur’an, atau sedekah, saya tidak mengetahui adanya dalil shahih yang menunjukkan bilangan tertentu untuk pahala tersebut.” (Majmu’ Fatawa wa Maqolaat, 17/198).

Menitipkan sedekah saat umroh bukan sekadar membagikan harta, tapi juga menanam kebaikan di tanah yang suci. Meski pahala amalan selain salat tidak dihitung berlipat, setiap sedekah yang dilakukan dengan niat tulus tetap mulia di sisi Allah. Dengan menitipkan sedekah, seorang Muslim tidak hanya menolong sesama, tetapi juga menorehkan jejak kebaikan yang akan terus mengalir, memperkuat ukhuwah, dan mendekatkan diri pada rahmat-Nya.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA