Janji Gencatan yang Diingkari: Rentetan Pelanggaran Israel di Gaza

Janji Gencatan yang Diingkari: Rentetan Pelanggaran Israel di Gaza


Risdawati
20/10/2025
18 VIEWS
SHARE

Janji damai seolah menjadi wacana kosong ketika gencatan senjata yang telah disepakati kembali diabaikan. Dunia tengah menyaksikan dengan prihatin bagaimana Israel kembali melanggar komitmen penting tersebut. Hal ini, memicu eskalasi ketegangan yang menimbulkan korban dan penderitaan baru. Pelanggaran ini bukan hanya sekadar ingkar janji, tetapi juga menjadi ujian serius bagi komunitas internasional dalam menegakkan keadilan dan perdamaian di wilayah yang telah lama bergolak. Lalu, apa dampak nyata dari pelanggaran ini?

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelanggaran ini bukan sekadar peringatan kosong, melainkan membawa konsekuensi nyata bagi rakyat sipil Palestina. Berdasarkan laporan Kantor Media Pemerintah Gaza pada Sabtu lalu, sekitar 38 penduduk Palestina dilaporkan tewas dan 143 lainnya terluka akibat pelanggaran tersebut. Namun, jumlah ini terus bertambah seiring serangan yang tak kunjung berhenti. Dalam 24 jam terakhir, tentara Israel kembali melancarkan lebih dari 20 serangan di wilayah timur Khan Yunis.

Serangan menggunakan sabuk api di beberapa wilayah Jalur Gaza menjadi pelanggaran gencatan senjata terbesar sejak kesepakatan diumumkan. Aksi ini tidak hanya menghancurkan infrastruktur, tetapi juga kembali menorehkan luka mendalam bagi masyarakat Gaza, mengingatkan mereka pada hari-hari pertama genosida. Sejumlah korban sipil kembali berjatuhan, termasuk seorang jurnalis yang menjadi target serangan.

Eskalasi ini dipicu oleh klaim Israel yang menuduh pejuang Palestina menembakkan rudal anti-tank dan artileri ke arah pasukan serta kendaraan rekayasa mereka di Rafah, Jalur Gaza selatan, pada Minggu pagi. Namun, pihak perlawanan Palestina dengan tegas membantah tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai dalih yang sengaja diciptakan Israel untuk menyabotase kesepakatan gencatan senjata. Situasi ini semakin menunjukkan rapuhnya perjanjian yang seharusnya menjadi jalan menuju perdamaian, namun justru terus dilanggar tanpa konsekuensi tegas dari dunia internasional.

Pengeboman udara dan serangan artileri oleh Israel menyasar sebagian besar Jalur Gaza, dari utara hingga selatan. Sumber medis melaporkan bahwa dua warga Palestina tewas dalam serangan di Kota Az-Zawayda dan kamp pengungsi Nuseirat di Jalur Gaza tengah, serta di dekat Rumah Sakit Kamal Adwan di utara dan wilayah Mawasi, Khan Yunis, di selatan.

Selain eskalasi serangan, pelaksanaan perjanjian gencatan senjata juga banyak dilanggar, terutama terkait akses bantuan kemanusiaan. Israel membatasi impor makanan pokok, bahan bakar, dan bahan rekonstruksi, termasuk menutup penyeberangan utama bantuan dari Yordania. Barang-barang penting seperti alat medis, bahan bangunan untuk fasilitas umum, dan peralatan vital lainnya hampir tidak diizinkan masuk. Pembatasan ini semakin memperparah krisis kemanusiaan yang dialami warga Gaza.

Lebih jauh, Hamas menuduh Israel gagal memenuhi janji terkait tahanan dan jenazah. Mereka menyatakan bahwa banyak perempuan dan anak-anak masih ditahan tanpa daftar resmi, serta jenazah warga Palestina yang gugur disalahgunakan. Sebanyak 150 jenazah yang dikembalikan dalam kondisi mengenaskan, seperti terikat, ditutup mata, atau tergilas kendaraan lapis baja yang oleh Hamas dikategorikan sebagai “kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.” Hamas juga menyerukan agar alat tes DNA dan peralatan berat segera diizinkan masuk untuk mengidentifikasi korban dan mencari jenazah yang masih hilang di reruntuhan.

Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) menegaskan bahwa otoritas pendudukan harus bertanggung jawab penuh atas setiap kemunduran dan kegagalan dalam perjanjian Sharm el-Sheikh. Hamas juga mendesak para mediator dan komunitas internasional untuk segera turun tangan menghentikan tindakan agresif Israel serta menjamin pelaksanaan perjanjian secara nyata demi keamanan dan stabilitas rakyat Palestina.

Dalam pernyataannya, Hamas mencatat bahwa sejak 10 Oktober, sekitar 50 orang telah tewas dan puluhan lainnya terluka akibat pelanggaran gencatan senjata, di mana setengah dari korban tersebut adalah anak-anak, perempuan, dan lansia. Termasuk di antara para martir adalah keluarga Abu Shaaban, yang seluruh anggotanya telah gugur sepenuhnya dalam konflik ini.

Pelanggaran lainnya yang tak kalah serius adalah, pasukan Israel terus melakukan tembakan di sepanjang garis penarikan sementara atau dikenal sebagai garis kuning, yang berada pada jarak 600 hingga 1.500 meter di selatan, timur, dan utara Jalur Gaza. Tindakan ini menghalangi warga sipil untuk kembali ke rumah mereka, menambah derita dan ketidakpastian bagi penduduk yang terdampak.

Pelaksanaan perjanjian gencatan senjata yang terus-menerus dilanggar oleh Israel tidak hanya memperparah krisis kemanusiaan, tetapi juga memperlihatkan betapa rapuhnya komitmen terhadap perdamaian di wilayah yang telah lama bergolak ini. Korban yang terus berjatuhan, pembatasan akses bantuan, serta pelanggaran terhadap tahanan dan jenazah menegaskan bahwa janji damai masih jauh dari kenyataan. 

Situasi ini menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa perdamaian sejati hanya dapat terwujud bila ada penghormatan terhadap hak asasi manusia dan komitmen bersama untuk mengakhiri kekerasan. Hingga saat itu, rakyat Palestina terus menghadapi penderitaan yang tak kunjung usai, sementara dunia kembali menyaksikan janji yang diingkari.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA