Saat Waktu Tak Lagi Kita Rasakan

Saat Waktu Tak Lagi Kita Rasakan


Risdawati
17/10/2025
10 VIEWS
SHARE

Pernahkah kamu merasa, baru kemarin Senin… tiba-tiba sudah Jumat lagi? Hari-hari terasa melesat begitu cepat hingga tanpa sadar minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Waktu seolah berlari, sementara kita hanya berdiri menatapnya lewat. Tapi, kenapa bisa begitu?

Padahal, saat masih anak-anak, libur sekolah terasa sangat panjang. Menunggu ulang tahun pun rasanya lama sekali. Namun, begitu dewasa, waktu seakan berjalan begitu cepat tanpa memberi jeda.

Ternyata, waktu yang terasa semakin cepat bukan semata karena kekhawatiran, tanggung jawab, atau kewajiban yang bertambah seiring bertambahnya usia. Menurut psikolog klinis Kimberly Chew, seiring bertambahnya umur, otak menyerap lebih sedikit informasi baru, sehingga persepsi terhadap waktu pun berubah. Akibatnya, banyak orang merasa waktu melaju lebih cepat, membuat hidup terasa sibuk dan seakan dikejar-kejar.

Chew juga menjelaskan, persepsi waktu sangat dipengaruhi oleh cara otak memproses informasi visual. Saat kecil, otak dipenuhi banyak pengalaman baru, sehingga waktu terasa lambat dan panjang. Namun saat dewasa, karena lebih sedikit hal baru yang kita temui, otak menerima lebih sedikit rangsangan. Membuat waktu terasa berlalu lebih cepat.

Menariknya, fenomena ini juga pernah disampaikan dalam pandangan Islam. Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda:

 “Tidak akan datang hari Kiamat hingga waktu terasa semakin singkat. Satu tahun seperti sebulan, sebulan seperti seminggu, seminggu seperti sehari, sehari seperti satu jam, dan satu jam seperti nyala api.” (HR. Tirmidzi – hasan shahih).

Hadis ini menjadi pengingat bahwa percepatan waktu bukan sekadar perasaan, tetapi tanda zaman sebagaimana telah dikabarkan oleh Rasulullah saw.

Selain faktor usia, rutinitas harian yang dipenuhi penggunaan media sosial juga mempercepat persepsi waktu. Psikolog sosial Jonathan Haidt menjelaskan, terlalu banyak menghabiskan waktu di dunia virtual, tempat interaksi tidak terjadi secara langsung dapat membuat seseorang merasa semakin terputus daripada terhubung.

Meski waktu tak bisa diperlambat secara nyata, kita bisa mengubah cara kita merasakannya. Lalu, bagaimana cara membuat waktu terasa lebih “panjang” dan tidak melesat begitu saja? 

Salah satu kuncinya adalah keluar dari rutinitas yang monoton. Cobalah melakukan hal-hal baru, sekecil apa pun, karena pengalaman baru memberi otak rangsangan segar yang membuat waktu terasa lebih lambat.

Misalnya, sesekali ubah rute perjalanan ke kantor, coba hobi baru, ikut kelas singkat, atau sekadar berjalan pagi tanpa earphone. Aktivitas kecil seperti ini bisa membuat setiap hari terasa lebih “berwarna” dan tidak berlalu begitu saja.

Selain itu, latih mindfulness, biasakan benar-benar hadir dalam momen sekarang. Saat makan, berjalan, atau berbincang dengan seseorang, nikmati prosesnya tanpa terburu-buru. Dengan begitu, setiap detik terasa lebih berarti. 

Tak kalah penting, kurangi distraksi digital. Terlalu lama tenggelam dalam layar membuat kita kehilangan kesadaran akan waktu yang berlalu. Sesekali jauhkan diri dari gawai, dan rasakan ritme hidup secara nyata.

Pada akhirnya, waktu memang tidak pernah berubah kecepatannya, yang berubah adalah cara kita menjalaninya. Semakin banyak rutinitas yang kita ulang tanpa makna, semakin cepat hari-hari berlalu tanpa terasa. Namun, dengan sedikit kesadaran dan keberanian keluar dari kebiasaan lama, kita bisa membuat waktu terasa lebih “luas” dan berarti.

Gunakan waktumu dengan sadar, bukan sekadar membiarkannya lewat. Karena waktu yang terasa lambat bukan milik masa kecil, tapi milik mereka yang benar-benar hidup di setiap detiknya.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA