Force Famine: Senjata Israel Paling Kejam di Gaza

Force Famine: Senjata Israel Paling Kejam di Gaza


Risdawati
26/09/2025
20 VIEWS
SHARE

Memasuki hari ke-720 genosida Palestina, penderitaan warga Gaza kian tak terbayangkan. Pasukan Israel terus menggempur Jalur Gaza lewat serangan udara, tembakan artileri, dan penargetan terhadap warga sipil yang kelaparan. Dunia internasional telah gagal menghentikan kekejaman ini, yang mencerminkan lemahnya komitmen terhadap keadilan dan kemanusiaan. Lebih dari dua juta pengungsi Gaza kini bertahan hidup di tengah kelaparan yang disengaja.

Tangis duka kembali menggema di Kompleks Medis Nasser, Khan Yunis, Jalur Gaza Selatan. Tiga anak dilaporkan meninggal dunia akibat malnutrisi akut yang dipicu oleh blokade total Israel. Tragedi ini menambah panjang daftar korban jiwa dari kampanye kelaparan yang dijalankan Israel, yang kini mencapai 450 orang, termasuk 150 anak-anak.

Kelaparan yang melanda Gaza bukan sekadar narasi atau tuduhan sepihak. Meski otoritas Zionis berulang kali mengklaim bahwa kondisi warga sipil baik-baik saja dan tidak ada kelaparan di Jalur Gaza, kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Mereka menepis laporan krisis kemanusiaan sebagai propaganda, padahal bukti-bukti kematian akibat kelaparan terus bermunculan.

Di lapangan, para tenaga medis di wilayah Khan Yunis menyaksikan langsung dampak mematikan blokade ini. Tubuh anak-anak tiba di rumah sakit dalam keadaan lemah dengan tanda-tanda kelaparan akut. Salah satu dokter di Kompleks Medis Nasser menggambarkan kondisi memilukan yang setiap hari mereka hadapi.

Baca Juga: Kelaparan di Gaza Bukan Bencana Alam, tapi Kejahatan yang Disengaja

“Kami tidak hanya kehilangan tiga anak hari ini, kami kehilangan masa depan Gaza.” ujarnya.

Meski truk bantuan mengantre di perbatasan, izin masuk diberikan sangat terbatas. Dua bulan lalu, Israel hanya mengizinkan beberapa lusin truk saja yang masuk, tentunya jumlah tersebut jauh dari cukup. Sementara itu, menurut laporan resmi, Gaza membutuhkan 500–600 truk bantuan per hari untuk mencegah kelaparan massal.

Akibatnya, para pengungsi harus mengantre berjam-jam demi mendapatkan setetes air atau sepotong roti. Sementara, pesawat tanpa awak selalu mengintai mereka dan menjadikan titik distribusi bantuan sebagai perangkap yang mematikan.

Tidak ada pilihan yang baik bagi mereka di dalam situasi seperti ini: “Kami harus memilih antara mati karena lapar atau mati karena bom,” ungkap seorang ibu yang kehilangan dua anaknya akibat serangan udara saat mengambil bantuan makanan.

Sejak awal agresi, korban terus berjatuhan. Hingga kini, sebanyak 65.419 warga Palestina telah syahid. Ini bukan sekadar angka, melainkan penderitaan nyata: lebih dari 20.000 anak, 12.500 perempuan (8.990 di antaranya ibu), serta lebih dari 1.000 bayi, termasuk 450 yang lahir di tengah genosida.

Sebanyak 166.985 orang dilaporkan terluka, dan 9.000 lainnya masih tertimbun reruntuhan. Pasukan pendudukan melakukan lebih dari 15.000 pembantaian, melenyapkan 2.700 keluarga dari catatan sipil. Di antara korban juga terdapat 1.670 tenaga medis, 248 jurnalis, 139 anggota pertahanan sipil, serta sejumlah anggota komunitas olahraga yang kehilangan nyawa dalam serangan tanpa henti.

Blokade berbulan-bulan mencerminkan kebijakan kejam yang menjadikan kelaparan sebagai senjata perang. Dengan memutus jalur distribusi makanan dan bantuan medis, Israel menjerumuskan lebih dari dua juta penduduk Gaza terutama anak-anak ke dalam situasi yang mengancam nyawa dan sepenuhnya bisa dihindari.

Baca Juga: Jeritan Gaza Menggema di Hari Kemanusiaan, Dunia Ditantang Bertindak

Organisasi-organisasi PBB seperti FAO, WFP, dan UNICEF telah memperingatkan bahwa dua dari tiga indikator inti kelaparan, konsumsi pangan dan malnutrisi akut telah melampaui ambang batas (famine thresholds) di sejumlah wilayah Gaza, menandakan bahwa krisis kini berada pada tahap kelaparan nyata.

“Mencekik Gaza bukan sekadar memperlambat kematian mereka, tapi juga merampas martabat dasar sebagai manusia,” ujar seorang relawan kemanusiaan dari organisasi internasional.

Dalam konflik tak henti dan blokade yang tak manusiawi, kelaparan di Gaza telah melampaui batas kemanusiaan. Dunia kini dihadapkan pada pilihan moral: membiarkan jutaan orang mati perlahan atau bersikap tegas dan menuntut akses penuh terhadap bantuan kemanusiaan. Kita tidak hanya menyaksikan sebuah tragedi, tapi kita dipanggil untuk bertindak sebelum semuanya terlambat.


Mereka lapar, kita mampu. Jangan tunggu besok, mari bantu saudara kita di Gaza hari ini.  Klik di sini untuk berdonasi, bantu ringankan derita mereka.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA