Pada Rabu, 23 Juli 2025, langit Tel Al-Hawa, Kota Gaza, kembali menghitam. Bukan oleh awan, tetapi oleh kepulan asap dan reruntuhan yang menyelimuti puing-puing kehidupan. Di antara yang hancur dalam sekejap, nama Walaa al-Jaabari tercatat sebagai satu lagi nyala keberanian yang dipadamkan. Walaa, jurnalis perempuan Palestina yang tengah mengandung, syahid bersama seluruh keluarganya dalam serangan udara brutal yang dilancarkan oleh Israel.
Walaa al-Jaabari bekerja sebagai editor surat kabar dibeberapa media lokal Palestina, dan ia menjadi jurnalis ke-231 yang syahid sejak serangan zionis Israel ke Gaza pada Oktober 2023.
Menurut laporan media setempat mengungkapkan saking besarnya suara ledakan yang terjadi, janin yang sedang dikandung Walaa sampai keluar dari rahimnya. Serangan brutal itu tidak satu pun menyisakan anggota keluarga mereka. Suami Jaabari, Amjad al-Shaer dan keempat anaknya, Hasan al-Shaer, Izzudin, Mira, Amir, Fadi al-Shaer juga janin yang tidak berdosa menjadi syahid.
Sebelumnya, beberapa waktu lalu zionis Israel pun menembak mati seorang jurnalis Tamer al-Zaneen dalam operasi penggerebekan di dekat Rumah Sakit Palang Merah, yang juga turut menangkap Dr. Marwan al-Hams direktur Rumah Sakit Lapangan di Gaza.
Baca Juga: Israel Menculik Dr. Marwan Al-Hams, Saat Bertugas di Gaza Selatan
Kantor Media Pemerintah Gaza mengecam pembunuhan terhadap dua jurnalis, dan menyerukan kepada federasi internasional jurnalis, serikat jurnalis Arab, serta organisasi pers di seluruh dunia untuk mengambil sikap atas kekerasan terhadap jurnalis di Gaza.
“Kami menyerukan kepada organisasi internasional dan komunitas global untuk mengecam tindakan kekerasan yang sistematis terhadap jurnalis dan pekerja media Palestina.”
Mereka menyebutkan Israel, bersama Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan Prancis bertanggung jawab atas serangan brutal dan biadab yang terjadi di Palestina.
Di balik setiap nama jurnalis yang gugur, ada kisah keberanian, pengabdian, dan harapan akan dunia yang lebih peduli. Mereka memilih berada di garis depan, bukan untuk mencari sensasi, melainkan untuk menyuarakan penderitaan mereka yang tak terdengar. Itulah yang dilakukan Walaa dan Tamer juga para jurnalis lainnya yang sampai saat ini terus memberikan informasi meski selalu dalam tekanan dan ancaman.
Ketika seorang jurnalis syahid dalam tugasnya, bukan hanya nyawa yang hilang, tetapi juga cahaya yang membantu dunia melihat kebenaran. Tragedi ini bukan sekadar berita; ini adalah luka bagi kemanusiaan. Dan selama suara-suara kebenaran terus dibungkam oleh bom dan peluru, kita semua memikul tanggung jawab untuk tidak membiarkan mereka mati sia-sia.
Yuk! Zakat, infak, dan sedekah bersama LAZ Al Azhar. Hadirkan kebahagiaan dan kebermanfaatan yang lebih luas. Klik di sini.