Semir Rambut: Tren Gaya atau Pelanggaran Syariat?

Semir Rambut: Tren Gaya atau Pelanggaran Syariat?


Risdawati
06/10/2025
14 VIEWS
SHARE

Menyemir atau mewarnai rambut saat ini sudah menjadi gaya hidup modern. Berbagai pilihan warna mudah didapatkan mulai dari warna cokelat, kuning, hijau, hingga merah marun pun tersedia. Penyemiran rambut ini umumnya dilakukan oleh sebagian besar anak muda, namun kini banyak orang yang sudah lanjut usia mengikutinya. Tren di atas perlu dikaji secara mendalam menggunakan perspektif fiqih, sebab menyemir rambut merupakan salah satu upaya seseorang untuk menjadikan dirinya tetap percaya diri dan tampil menarik di mata orang lain.

Namun, di balik tren ini timbul sebuah pertanyaan: bagaimana hukum menyemir rambut dalam ajaran Islam? Berikut penjelasan lengkapnya.

Islam tidak melarang perawatan diri. Mewarnai rambut justru dibolehkan, bahkan dianjurkan dalam konteks tertentu, asalkan tidak menggunakan warna hitam. Warna-warna seperti merah bata, kuning kecokelatan, atau nuansa modern seperti ash brown dan gold tone yang tidak menyerupai hitam tetap diperkenankan.

Anjuran dibolehkannya menyemir rambut dalam Islam ada ketika peristiwa Fathul Makkah atau Penaklukan Kota Makkah. Saat itu, Rasulullah memerintahkan Abu Quhafah untuk mengubah warna rambutnya yang sudah memutih dengan selain warna hitam. Hal ini disebutkan dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda:

“Ubahlah uban ini dengan sesuatu, tetapi hindarilah warna hitam.” (HR. Muslim).

Pelarangan menggunakan warna hitam ini bukan tanpa alasan, melainkan dinilai sebagai bentuk penipuan visual dan menolak kenyataan. Sebab, warna hitam akan menjadikan orang yang sudah tua terlihat muda dalam pandangan manusia. 

Larangan ini disertai peringatan tegas dalam sebuah hadis. Dari Ibnu Abbas Radiyallahu anhuma, Rasulullah saw bersabda:

“Di akhir zaman akan muncul suatu kaum yang mewarnai rambutnya dengan warna hitam seperti tembolok burung merpati. Mereka tidak akan mencium bau surga.” (HR. Abu Daud)

Meskipun sebagian ulama memahami hadis ini secara metaforis, pesan utamanya tetap jelas: menutupi tanda penuaan dengan mewarnai rambut hitam secara artifisial merupakan hal yang tidak disukai dalam Islam.

Sementara itu, Menurut kalangan Syafiyyah, unsur pelarangan ini dikatagorikan sebagai Taghyiirul Khilqoh (merubah penciptaan Allah) dan juga termasuk dalam sikap membohongi diri sendiri dan orang lain.

Adapun menurut sebagian ulama seperti dari mazhab Hanafi dan Maliki membolehkan warna hitam dalam kondisi tertentu, misalnya untuk keperluan perang agar terlihat gagah di hadapan musuh. Tapi secara umum, mewarnai rambut dengan warna selain hitam seperti merah, kuning, atau coklat dinilai lebih aman dan sesuai syariat.

Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 23 Tahun 2012 tentang Menyemir Rambut, hukum mewarnai rambut adalah mubah (diperbolehkan) dengan syarat:

1. ⁠Menggunakan bahan yang halal dan suci.

2. Dimaksudkan untuk tujuan yang benar secara syar'i.

3. ⁠Mendatangkan maslahat yang tidak bertentangan dengan syariat.

4. ⁠Materinya tidak menghalangi meresapnya air ke rambut saat bersuci.

5. ⁠Tidak membawa mudarat bagi penggunanya.

6. ⁠Menghindari pemilihan warna hitam atau warna lain yang bisa melahirkan unsur tipu daya dan/atau dampak negatif lainnya.

Semir rambut bukan sekadar urusan penampilan, tapi juga cerminan sikap terhadap ajaran agama. Islam membolehkan perawatan diri selama tidak melanggar batasan syariat. Maka, pilihlah warna dan tujuan yang sesuai, agar penampilan tetap terjaga tanpa mengorbankan nilai kejujuran dan ketundukan pada aturan Allah.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA