Khan Younis, Gaza – Di Gaza, seteguk air bersih bisa lebih berharga daripada emas. Anak-anak terbangun setiap pagi bukan dengan mimpi, tapi dengan tenggorokan kering dan ember kosong. Sementara dunia terus melangkah, mereka harus bertahan dengan air seadanya, kadang hanya lima liter sehari untuk seluruh keluarga. Di Kamp Universitas Al-Aqsa, Khan Younis, pada Jumat (19/09), secercah harapan datang. Enam belas tangki air bersih, setara 16.000 liter mengalir ke tengah penderitaan. Total 2.000 jiwa menerima manfaat. Tetapi yang menggerakkan semua itu bukan hanya lembaga kemanusiaan, melainkan sebuah buku.
Buku “Sebelum Aku Tiada” karya penulis Indonesia, Asma Nadia, diterbitkan oleh Kelas Menulis Online (KMO), dan bekerja sama dengan LAZ Al Azhar. Lebih dari sekadar bacaan, buku ini menjelma menjadi sarana perjuangan.
Pada edisi spesialnya, buku ini dilengkapi kata pengantar Direktur LAZ Al Azhar. Buku berhasil terjual sebanyak 200 eksemplar dan menghimpun dana sebesar Rp20 juta, dengan 20 persen keuntungan (Rp4 juta) disalurkan langsung untuk program Air Kehidupan untuk Palestina. Dana tersebut kemudian didistribusikan melalui mitra lokal di Gaza, memastikan bantuan sampai ke tangan yang benar-benar membutuhkan.
Air menjadi Barang Mewah
Situasi air bersih di Palestina, khususnya di Jalur Gaza, telah mencapai tingkat krisis. Lebih dari 60 hingga 75 persen sumur dan stasiun desalinasi air mengalami kerusakan parah. Pasokan listrik yang tak stabil membuat instalasi air sering berhenti beroperasi. Akibatnya, warga Gaza hanya bisa mengakses kurang dari 5–6 liter air per hari, jauh dari kebutuhan minimum standar kemanusiaan.
Krisis ini bukan hanya statistik, tapi realitas yang menghantui setiap keluarga. Lewat program ini, pembaca buku tidak hanya menerima cerita, melainkan ikut menjadi bagian dari solusi.
Kolaborasi Literasi dan Kemanusiaan
KMO berperan sebagai penggagas dan penyusun naskah buku. LAZ Al Azhar kemudian mengangkat inisiatif ini ke tingkat aksi nyata, menjadikannya bagian dari program berkelanjutan Air Kehidupan untuk Palestina.
“Senang sekali kami keluarga besar Al Azhar Kampus Karawang, bisa memiliki buku Sebelum Aku Tiada. Buku ini menggugah rasa kemanusiaan kita semua. Dengan membelinya, kami turut serta membantu warga Gaza mendapatkan air bersih,” ujar Ibu Yanti, Kepala TK Islam Al Azhar 36 Karawang.
Roadshow dan Harapan
Untuk memperluas dampak, program ini tidak berhenti pada penjualan awal. Pada 3 Oktober, akan digelar roadshow penjualan buku di Sekolah Al Azhar Bandung, disusul dengan kegiatan bersama Asma Nadia di Bintaro pada 26 Oktober.
“Harapan kami, semakin banyak orang yang peduli terhadap Palestina. Melalui buku ini, pembaca bisa menyelami penderitaan anak-anak di Gaza dan tergugah untuk membantu,” ujar perwakilan dari LAZ Al Azhar.
Buku “Sebelum Aku Tiada” bukan sekadar proyek literasi. Ia adalah bentuk nyata dari solidaritas, menjembatani empati dan aksi. Di tengah krisis yang terus mencekik Gaza, tetesan air bisa jadi harapan terakhir. Melalui buku ini, tetesan itu mengalir dari halaman-halaman cerita menuju kehidupan nyata.