Euforia Tahun Baru: Apa Kata Islam?

Euforia Tahun Baru: Apa Kata Islam?


Risdawati
31/12/2025
22 VIEWS
SHARE

Setiap menjelang pergantian tahun, banyak orang merayakannya dengan berbagai bentuk hiburan dan kemeriahan. Suasana ini terasa menyenangkan bagi sebagian orang. Namun, dari sudut pandang Islam, perayaan tahun baru perlu disikapi secara bijak agar tidak keluar dari nilai-nilai yang diajarkan agama. Islam mengajarkan kesederhanaan dan penggunaan harta secara bertanggung jawab, bahkan di momen yang dianggap spesial sekalipun.

Islam tidak melarang umatnya untuk merasakan kebahagiaan. Namun, kebahagiaan tersebut hendaknya tidak diwujudkan melalui perilaku berlebihan. Prinsip kesederhanaan menjadi landasan agar seseorang tidak terjerumus dalam tabdzir, yakni menghamburkan harta untuk sesuatu yang tidak membawa manfaat.

Allah Swt berfirman dalam surah Al-Isra ayat 26-27:

“Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra: 26-27).

Ayat ini mengingatkan agar harta digunakan secara bertanggung jawab, bukan untuk pemborosan. Dalam realitas saat ini, terutama saat perayaan seperti tahun baru, pemborosan sering dianggap wajar demi kesenangan sesaat. Padahal, Al-Qur’an dengan tegas mengecam perilaku boros dan mengarahkannya agar harta dimanfaatkan untuk hal yang lebih bermanfaat dan bernilai ibadah.

Selain itu, ulama kontemporer juga menegaskan batasan menikmati kehidupan. Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah, menikmati rezeki secara proporsional, misalnya makan bersama keluarga atau berbagi kebahagiaan, merupakan hal yang dibolehkan dalam Islam. Namun, ketika malam tahun baru dijadikan ajang berlebihan, pamer gengsi, atau disertai perbuatan maksiat, sikap tersebut mencerminkan perilaku boros yang dikecam Al-Qur’an.

Dalam kitab Wizarah Al-Auqof Al-Mishriyyah, yang memuat kompilasi fatwa ulama Al-Azhar, Syekh Athiyyah Shaqr, ulama sekaligus Mufti Agung Mesir, menjelaskan bahwa menikmati kehidupan, seperti makan, minum, dan menjaga kebersihan, pada dasarnya diperbolehkan. Namun, kebolehan tersebut dibatasi selama tidak mengandung unsur kemaksiatan, tidak merusak kehormatan, serta tidak bertentangan dengan akidah yang benar.

Agar tidak terjerumus dalam foya-foya pada malam tahun baru, Islam memberikan batasan yang jelas antara menikmati nikmat dan berlebih-lebihan (israf). Menikmati nikmat secara halal bisa dilakukan dengan cara sederhana: menghabiskan malam bersama keluarga, menikmati hidangan secukupnya, merenung atau muhasabah (introspeksi diri), atau membeli hal-hal yang mendukung produktivitas. Hiburan tetap diperbolehkan selama tidak melalaikan kewajiban agama.

Sebaliknya, israf yang dilarang meliputi pemborosan harta untuk pesta semalam, berutang hanya untuk gaya hidup, mengabaikan kewajiban zakat, atau membuang makanan sementara banyak orang kekurangan. Islam menekankan agar kesenangan tidak mengubah harta dan waktu menjadi sia-sia, tetapi bisa dimanfaatkan dengan bijak dan bermanfaat.

Alih-alih larut dalam euforia sesaat, momen pergantian tahun dapat dimanfaatkan untuk melakukan hal-hal yang lebih bermakna dan bernilai jangka panjang, misalnya:

Menunaikan zakat di LAZ Al Azhar dan menyalurkannya melalui program seperti Indonesia Gemilang atau Sejuta Berdaya.

Ikut program Zakat PRIDE, membantu anak yatim melalui program My Heart for Yatim, dan kegiatan amal lainnya.

Dengan demikian, perayaan tahun baru tetap bisa menyenangkan, tetapi juga bermanfaat, meninggalkan kesan positif, dan sesuai nilai Islam.

Menutup tahun bukan hanya soal kemeriahan semalam, melainkan juga tentang menata diri, menghargai waktu, dan memanfaatkan nikmat Allah dengan bijak. Islam mengajarkan kita untuk merayakan setiap momen dengan penuh syukur, sederhana, dan bermanfaat. Dengan menutup tahun secara produktif dan penuh kesadaran, kita tidak hanya menatap tahun baru dengan euforia, tetapi juga dengan hati yang tenang, jiwa yang bersih, dan bekal yang abadi.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA