Sombong kepada Orang Sombong: Salah atau Sedekah?

Sombong kepada Orang Sombong: Salah atau Sedekah?


Risdawati
14/10/2025
19 VIEWS
SHARE

Pernahkah kamu bertemu dengan seseorang yang begitu sombong hingga membuatmu ingin membalasnya dengan cara yang sama? Mungkin kamu pernah dengar ungkapan: “Sombong kepada orang sombong adalah sedekah.” Tapi, benarkah demikian? Apakah membalas kesombongan dengan kesombongan bisa dibenarkan? Ataukah itu hanya membuat kita turun ke level yang sama?

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang kita berhadapan dengan orang yang memandang rendah orang lain karena status, ilmu, harta, atau kedudukan. Di sinilah pertanyaannya muncul apakah bersikap tegas dan “sedikit angkuh” kepada mereka adalah bentuk ketegasan atau justru kesalahan yang terselubung? Mari kita telusuri makna pepatah ini secara mendalam.

Ternyata, ungkapan “sombong kepada orang sombong adalah sedekah” tidak ditemukan dalam kitab hadis mana pun. Ungkapan ini hanya pepatah atau ungkapan bijak yang kemudian diabadikan oleh para ulama dalam karya mereka.

Meski begitu, penting untuk melihat makna sombong dalam konteks yang lebih luas, khususnya dalam pandangan Islam. Misalnya penulis kitab, Bariqah Mahmudiyah mengatakan, “Bersikap sombong kepada orang sombong adalah sedekah, karena dapat menyadarkan orang tersebut sehingga tidak larut dengan kesombongannya. Dalam konteks ini sombong yang dimaksud bukan kesombongan hakiki yang dilarang, melainkan sikap tegas dan menegur agar atau meruntuhkan keangkuhan lawan bicara.

Di sisi lain, Islam secara tegas melarang seseorang untuk bersikap sombong, Rasulullah saw bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan seberat biji sawi.” (HR. Muslim, no. 91).

Hadis di atas menegaskan bahwa kesombongan adalah penyakit hati yang berbahaya, karena kesombongan adalah ciri iblis bukan orang yang beriman. Namun bagaimana jika berkaitan dengan pepatah di atas? Berbagai ulama memberikan penafsiran yang menambah pemahaman kita tentang sikap ini antara lain:

1. Imam Syafi’i menyarankan untuk bersikaplah sombong kepada orang sombong sebanyak dua kali. Sebagai bentuk nasehat dan pelajaran.

2. Imam Az-Zuhri memandang sikap sombong kepada pecinta dunia merupakan bagian ikatan Islam yang kokoh.

3. Imam Yahya bin Mu’adz menyebut bahwa sikap sombong kepada orang yang bersikap sombong kepadamu, dengan hartanya, adalah termasuk bentuk ketawadhuan.

Dari sini terlihat jelas bahwa kesombongan yang dimaksud bukan dalam arti yang sesungguhnya, melainkan sikap tegas atau pembelaan diri agar tidak dipandang rendah oleh orang yang angkuh.

Lalu, bagaimana langkah terbaik dalam menghadapi orang yang sombong? Para ulama dan pakar akhlak biasanya menyarankan tiga metode berikut:

1. Membalas dengan Sikap Sombong

Tujuannya bukan untuk menunjukkan keunggulan diri, melainkan agar orang sombong tersebut menyadari bahwa sikap angkuh mereka tidak selalu dapat diterima. Pendekatan ini berfungsi sebagai “sentilan” agar mereka berhenti merendahkan orang lain.

2. Bersikap Tawadhu (Rendah Hati)

Kadang kala, menunjukkan sikap rendah hati justru dapat menciptakan suasana yang lebih damai. Orang sombong bisa saja kehabisan semangat karena lawannya tidak terpancing untuk berlaku serupa.

3. Sabar dan Bersikap Anggun

Pendekatan ini sering dicontohkan oleh Rasulullah saw saat menghadapi orang yang angkuh, beliau tidak selalu membalas dengan keras. Ada kalanya beliau memilih diam, bersabar, dan tetap menjaga kehormatan diri agar tidak memicu konflik yang lebih besar.

Singkatnya, menghadapi orang sombong membutuhkan kebijaksanaan. Kadang perlu ketegasan, kadang cukup dengan kerendahan hati, dan di lain waktu kesabaran menjadi jalan terbaik.

Menghadapi orang sombong memang tidak mudah. Namun, dengan memahami bahwa sikap “sombong” yang dimaksud adalah ketegasan atau pembelaan diri, kita bisa merespons dengan bijak. Islam melarang kesombongan hati, tapi juga mengajarkan kita untuk tidak membiarkan diri diperlakukan rendah. Bersikap tegas, rendah hati, atau sabar adalah bentuk kebijaksanaan agar kita tetap menjaga martabat tanpa menurunkan diri ke sikap yang sama. Semoga kita selalu diberi kekuatan untuk bersikap bijak dalam setiap perbedaan.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA