Zakat penghasilan atau zakat
profesi adalah zakat yang dikenakan pada jenis pekerjaan tertentu, baik yang
dilakukan sendiri maupun bersama lembaga/orang lain, yang menghasilkan uang dan
telah memenuhi nisab (batas minimal dikeluarkan zakat). Contohnya yaitu pegawai
negeri atau swasta, pejabat, dokter, pengacara, dan lain-lain.
Zakat penghasilan diwajibkan
bagi para pekerja yang sudah menerima upah atau gaji sebagaimana diwajibkan
kepada pedagang maupun petani. Dalam Al-Qur’an disebut dengan Al Kasbu, yang
bermakna zakat dikenakan pada sesuatu yang diusahakan. Allah SWT berfirman.
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡفِقُوۡا مِنۡ
طَيِّبٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّاۤ اَخۡرَجۡنَا لَـكُمۡ مِّنَ الۡاَرۡضِ وَلَا تَيَمَّمُوا
الۡخَبِيۡثَ مِنۡهُ تُنۡفِقُوۡنَ وَلَسۡتُمۡ بِاٰخِذِيۡهِ اِلَّاۤ اَنۡ
تُغۡمِضُوۡا فِيۡهِؕ وَاعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰهَ غَنِىٌّ حَمِيۡدٌ
“Wahai orang-orang yang
beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang
buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Kaya, Maha Terpuji." (QS.
Al Baqarah: 267).
Baca juga: Apa Itu Zakat Perdagangan?
Terdapat beberapa pendapat ulama tentang zakat penghasilan ini, diantaranya yaitu yang terdapat dalam Kitab Fiqhuz Zakah karya Syekh Yusuf Qardhawi sebagai berikut.
1. Riwayat Ibnu Abbas “Diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas tentang seseorang
yang memperoleh harta, (lalu) Ibn ‘Abbas berkata: (Hendaknya) ia menzakatinya
pada saat memperolehnya” (HR. Ahmad bin Hanbal).
2. Riwayat Ibnu Mas’ud, “Dari Habirah ibn Yarim, ia
berkata: ‘Abdullah ibn Mas’ud memberi kami suatu pemberian di dalam keranjang
kecil, kemudian beliau mengambil zakat dari pemberian-pemberian tersebut” (HR.
Abu Ishaq dan Sufyan Ats Tsauri).
3. Riwayat Umar bin Abdul Aziz, Abu ‘Ubaid menyebutkan bahwa sesungguhnya Umar Ibn ‘Abdul ‘Aziz memberi upah seorang pekerja, maka beliau mengambil zakat darinya, ketika mengembalikan madhalim (harta yang diambil secara zalim), maka beliau mengambil zakat darinya, dan beliau mengambil zakat dari ‘athiyah (pemberian-pemberian) saat dibagikan pada pemiliknya.
Setelah mengetahui pengertian dan dasar hukum zakat penghasilan, lalu bagaimana cara menghitungnya? Simak penjelasannya di bawah ini.
Ketentuan mengenai penghitungan
zakat penghasilan ditetapkan pada Muktamar Internasional I tentang zakat pada
tanggal 29 Rajab 1404 H/1984 M di Kuwait, dan pada Sidang Komisi Fatwa MUI pada
Januari 2009 di Padang Panjang. Selain itu pemerintah Republik Indonesia juga
telah menetapkannya pada pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat.
Baca juga: Apapun Profesinya, Segera Tunaikan Zakatnya!
Semua jenis zakat penghasilan
memiliki cara perhitungannya masing-masing. Namun syaratnya tetap sama yaitu
telah mencapai nisab dan haul. Berikut bagan pembagiannya:
Jenis |
Periode |
Nisab |
Kadar |
Emas/uang |
1 tahun |
85 gram |
2,5% |
Perak |
1 tahun |
595 gram |
2,5% |
Unta |
1 tahun |
5 ekor |
1 ekor
kambing |
Sapi |
1 tahun |
30 ekor |
1 ekor
kambing |
Kambing |
1 tahun |
40 ekor |
1 ekor
kambing |
Dagang |
1 tahun |
85 gram
emas |
2,5% |
Kadar jumlah yang dikeluarkan
diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 31 tahun 2019 dengan ketentuan:
Sebagai contoh, harga emas per 1
April 2023 adalah Rp.1.000.000/gram, maka nisab zakatnya yaitu
Rp.85.000.000/tahun atau Rp.7.083.000/bulan. Maka apabila seorang muslim
memiliki penghasilan lebih dari Rp.7.083.000/bulan, ia sudah wajib mengeluarkan
zakat penghasilan sebanyak 2,5%.