Ini kisah tentang Sutisna (42), seorang petani di Desa Mangkalapi, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan yang mendapat keberkahan. Ayah dari tiga orang anak ini bukanlah asli dari Desa Mangkalapi. Ia dan keluarga kecilnya merantau dari Tasikmalaya, Jawa Barat ke Kalimantan sejak tahun 2012 lalu.
Dengan tujuan mengadu nasib demi memiliki kehidupan yang sejahtera, Sutisna memilih untuk menjadi pendulang emas ilegal. Himpitan ekonomi mengharuskan Sutisna mengambil segala resiko buruk yang mungkin akan menimpanya kala itu.
Namun, pada pertengahan tahun 2017 Sutisna bertemu dengan Dai Sahabat Masyarakat (Dasamas) LAZ Al Azhar yang ternyata juga berasal dari Jawa Barat. Sejak saat itu Sutisna mulai tertarik mengikuti berbagai kegiatan pendampingan yang dilakukan Dasamas mulai dari kegiatan pengajian, edukasi di bidang pertanian, kesehatan, dan kegiatan sosial lainnya.
Dasamas LAZ Al Azhar, Sanusi yang intensif memberikan pendampingan kepada kelompok tani dalam program Indonesia Gemilang mengatakan perubahan sosial sudah terjadi di masyarakat yang tadinya cenderung konsumtif menjadi lebih produktif. Hal tersebut terbukti dengan terpenuhinya kebutuhan pokok rumah tangga dengan memanfaatkan lahan kosong untuk digarap. Manfaat dari pendampingan ini mulai dirasakan oleh beberapa anggota kelompok tani, salah satunya Sutisna.
Baca juga: “Petani Milenial” Desa Berdikari Tanjungpura, Sukses Budidaya Selada Bokor Hidroponik
Tisna sapaan akrabnya akhirnya memutuskan untuk bergabung menjadi anggota Poktan Kayuh Baimbai dengan mulai membuka lahan tidur seluas 2 ha yang berlokasi di pinggir Sungai Mangkalapi. Tisna menanam berbagai jenis tanaman seperti pisang, jagung, kacang tanah, dan lainnya dengan pendampingan tata Kelola pertanian hulu dan hilirnya bersama Dasamas.
Siapa yang menyangka hasil panen yang diperoleh dalam satu minggu mencapai jutaan rupiah, hasil ini tentu lebih besar dari pekerjaannya sebagai pendulang emas ilegal. Hal inilah yang membuat Tisna untuk meninggalkan pekerjaan tersebut dan memilih menjadi seorang petani.
“Kondisi ekonomi keluarga saya semakin membaik sejak saya mencoba untuk mengelola lahan tidur menjadi produktif. Dari hasil panen berbagai tanaman palawija saya bisa membuka toko atau warung ini dari tahun 2019,” ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, kini Tisna memiliki kebun pisang seluas 6 ha dan hasil panen per minggunya mencapai 700 – 2 juta rupiah. Kemudian ditambah dengan omset warung yang mencapai 500-600 ribu rupiah keuntungan bersih per harinya.
Selain itu, Tisna juga dapat membiayai pendidikan semua anak-anaknya. Bahkan anak sulungnya kini sedang mengenyam pendidikan pesantren di Jawa Barat. Kondisi perekonomian keluarga yang semakin meningkat memberikan perubahan yang positif untuk kehidupan Tisna.
“Alhamdulillah, sejak mulai bertani sekarang saya sudah bisa merenovasi rumah, membiayai pendidikan anak, membuka usaha warung kecil-kecilan juga,” katanya.