Pelajaran dari Kaum Sodom: Ketika Hati Lebih Keras dari Batu

Pelajaran dari Kaum Sodom: Ketika Hati Lebih Keras dari Batu


Risdawati
30/10/2025
1036 VIEWS
SHARE

Islam banyak mengisahkan perjalanan para nabi dan umat terdahulu sebagai pelajaran bagi manusia di setiap zaman. Salah satu kisah yang paling sering dibicarakan adalah kisah Nabi Luth AS dan kaum Sodom. Kisah ini mengingatkan kita bahwa penyimpangan moral dan penolakan terhadap ajaran Tuhan bisa membawa kehancuran. Melalui cerita tersebut, Islam menekankan pentingnya menjaga fitrah dan tidak terjebak dalam gaya hidup yang menjauhkan manusia dari nilai-nilai ilahi.

Namun, kisah kaum Sodom bukan sekadar catatan sejarah. Ia menjadi peringatan abadi, menunjukkan bagaimana manusia bisa tersesat ketika lebih mencintai nafsu dan kesenangan sesaat daripada kebenaran.

Sejarah Kaum Sodom

Dalam kitab Qashash Al-Anbiya karya Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Nabi Luth AS adalah putra dari Haran, saudara Nabi Ibrahim AS. Allah Swt mengutusnya melalui Nabi Ibrahim AS ke kota Sodom, Ibu Kota Negeri Gharzaghar, untuk menyeru penduduknya yang dikenal sangat durhaka agar bertaubat dan kembali menyembah Allah.

Kaum Sodom terkenal karena kejahatan yang mereka lakukan secara terang-terangan: merampok, berzina, dan melakukan perbuatan keji di hadapan umum tanpa rasa malu. Mereka menolak berhenti meski telah diperingatkan, bahkan justru menantang Nabi Luth AS untuk mendatangkan azab.

Umat Nabi Luth AS ini pula yang pertama kali dikenal melakukan hubungan sesama jenis (homoseksual), perbuatan yang belum pernah ada sebelumnya dalam sejarah manusia. Kaum pria mereka menolak menikahi perempuan dan lebih memilih sesama jenis untuk melampiaskan hawa nafsu.

Dakwah Nabi Luth AS dan Penolakan Kaum

Nabi Luth AS terus menyeru kaumnya untuk meninggalkan perbuatan buruk dan kembali ke jalan yang benar. Namun, seruannya ditolak, bahkan beliau diusir dari kaumnya. Kesombongan dan hati yang membatu membuat nasihat sebesar apa pun tak lagi didengar. Mereka menolak kebenaran dan menantang Allah Swt untuk menurunkan hukuman.

Azab dan Pelajaran Abadi

Dalam Al-Qur’an, diceritakan bahwa malaikat utusan Allah datang menjelma sebagai tamu Nabi Luth AS. Kaum Sodom yang mendengar kabar itu justru mendatangi rumah Nabi Luth dengan niat jahat. Melihat kebiadaban mereka, malaikat menyingkap jati diri dan memerintahkan Nabi Luth AS untuk pergi bersama keluarganya tanpa menoleh ke belakang.

Sesaat setelah mereka pergi, azab Allah turun. Kota Sodom dibalikkan, lalu dihujani batu panas dari langit. Tak tersisa apa pun kecuali hamparan tanah yang kini dikenal sebagai Laut Mati, yang menjadi saksi bisu kehancuran sebuah kaum yang menolak kebenaran. Airnya yang pekat dan asin seolah mengingatkan: “Inilah akibat dari hati yang membatu.”

Azab kaum Sodom tertulis dalam Surah Hud ayat 82-83:

“Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum Luth, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar, yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang yang zalim.” (QS. Hud: 82-83)

Kisah ini mengajarkan bahwa azab bukan semata karena dosa, tapi juga karena kesombongan yang menutup hati dari kebenaran. Allah Swt selalu memberi kesempatan untuk bertobat, namun manusia yang lebih mencintai hawa nafsu akan menghadapi konsekuensi yang tak terelakkan.

Relevansi untuk Zaman Modern

Kisah kaum Sodom tetap relevan hingga hari ini. Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, fenomena penyimpangan seksual dan gaya hidup yang menolak nilai moral semakin tampak. Kasus-kasus LGBT yang muncul di media menjadi pengingat bahwa menyimpang dari fitrah dan menolak peringatan ilahi bisa menimbulkan kerusakan dalam masyarakat. Sejarah kaum Sodom menjadi cermin agar kita tetap waspada, menjaga diri dari perilaku yang menjerumuskan, dan menegakkan moral yang sesuai ajaran agama.

Renungan untuk Kita

Laut Mati bukan sekadar tempat yang mati; ia simbol bahwa tanpa iman dan akhlak, kehidupan kehilangan arah dan makna. Zaman boleh berubah, tetapi ujian manusia tetap sama: menjaga fitrah, menolak kesesatan, dan tidak sombong pada peringatan. Kisah kaum Sodom bukan untuk ditakuti, melainkan untuk disadari. Agar kita tidak menukar kebenaran dengan kesenangan sesaat, dan selalu ingat bahwa setiap perbuatan ada balasannya. Semoga kisah ini menjadi cermin bagi kita semua, agar tidak sekadar hidup, tetapi hidup dengan hati yang terbuka, iman yang teguh, dan arah yang jelas.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA