Kisah Sahabat Shuhaib Ar-Rumi: Melepas Kekayaan Demi Keimanan

Kisah Sahabat Shuhaib Ar-Rumi: Melepas Kekayaan Demi Keimanan


Eliyah
05/02/2024

Kisah ini berawal dari diserang dan terlukannya Khalifah Umar bin Al-Khattab, beliau menyatakan “Jika aku mati, Shuhaib akan memimpin doa dan dia akan menjadi pemimpin sampai khalifah baru terpilih.” Lantas siapakah Shuhaib Ar-Rumi?

Shuhaib Ar-Rumi adalah salah satu sahabat Rasulullah dan merupakan As-Sabiqun Al-Awwalun (orang yang paling dahulu dan pertama masuk Islam). Shuhaib beserta keluarganya adalah orang Arab asli perantau yang datang ke Irak jauh sebelum datangnya Islam. Ayahnya bernama Sinan bin Malik seorang hakim di Ubullah, Persia. 

Ia diberi julukan Ar-Rumi karena saat ia berusia lima tahun, keluarganya membawanya ke desa Al-Thani untuk menikmati kehidupan pedesaan. Namun kenyataannya, penjarahan terjadi ketika tentara Bizantium membunuh para pengawal, merampas kekayaan negeri dan menawan sejumlah wanita dan anak-anak sebagai budak. Shuhaib adalah salah satu tawanan, dijual belikan oleh tentara yang menangkapnya di pasar budak Kekaisaran Bizantium, ibu kota Konstantinopel.

Sejak menjadi budak orang-orang Romawi, Shuhaib tumbuh dewasa di negeri Romawi dan besar di antara penduduknya. Berpindah-pindah dari satu majikan ke majikan lain, berkhidmat dari satu tuan ke tuan lainnya. Hingga kisahnya tentang masa-masa yang dihabiskannya sebagai budak membawanya kepada suatu hikmah yang tidak disangka. Dijualnya Shuhaib kepada majikan salah satu orang terkaya di Mekkah, Abdullah ibn Judan. Shuhaib Ar Rumi mempunyai etos kerja yang baik, cerdas, dan tulus. Karena itu, Abdullah ibn Judan membebaskan dan mengakhiri statusnya sebagai budak. 

Setelah merdeka, Shuhaib langsung menuju tanah asalnya. Ia semakin rindu kepada negeri Arab saat ia mendengar seorang pendeta Nasrani pernah berkata kepada salah seorang tuannya, “Sudah dekat datangnya sebuah zaman di mana akan muncul di Jazirah Arab seorang Nabi yang membenarkan ajaran Isa putra Maryam, dan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.” 

Hingga suatu hari, ketika Shuhaib kembali dari perjalanannya, ada yang mengatakan bahwa “Muhammad bin Abdullah baru saja diutus sebagai Nabi, dan kini ia berdakwah mengajak manusia untuk beriman kepada Allah. Mengajak mereka untuk berbuat adil dan berbuat ihsan. Melarang mereka berbuat keji dan munkar.”

Shuhaib bertanya, “Apakah dia orang yang digelari Al-Amin itu?” 

Baca juga: Kisah Sahabat Nabi yang Ingin Miskin tapi Selalu Gagal

“Ya, benar!” 

“Di mana rumahnya?” Tanya Shuhaib penasaran.

“Di rumah Al-Arqam bin Abi Arqam dekat Bukit Shafa. Tetapi hati- hati kalau pergi ke sana, jangan sampai terlihat oleh orang Quraisy seorang jua pun. Bila ada yang melihatmu pergi ke sana, kamu akan disiksa.” 

Dia pergi ke sana dan menemukan temannya, Ammar bin Yasir juga hadir. Mereka mendengar ayat-ayat dari Al-Qur’an dan beberapa saat kemudian mereka berlomba mengulurkan tangan kepada Rasulullah untuk mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan beliau. 

Sebab keputusannya, Shuhaib merasakan penyiksaan yang dilakukan oleh para suku Quraisy. Shuhaib merasakan semua penderitaan itu dengan tenang lagi sabar. Tatkala Rasulullah mengizinkan para sahabat hijrah ke Madinah, Shuhaib bertekad hendak pergi tetapi kaum Quraisy mengetahui rencana Shuhaib. Maka Shuhaib dihalangi dan senantiasa diamat-amati. Mereka tidak rela bila Shuhaib pergi membawa emas dan perak hasil perdagangannya.

Karena senantiasa diamat-amati, Shuhaib menyusup pergi dan menuju Madinah. Namun tidak lama setelah Shuhaib pergi para pengintai Shuhaib bangun. Lalu memacu kuda yang tercepat larinya melacak kepergian Shuhaib. Ketika Shuhaib merasa ada yang mengejarnya, dia naik ke tempat yang lebih tinggi. la pun mengambil panah dan memasangkan pada busurnya. Shuhaib berteriak lantang, “Hai kaum Quraisy, kalian tahu saya pemanah paling jitu. Demi Allah, kalian tidak akan dapat mendekati saya. Setiap anak panahku akan habis menewaskan kalian satu persatu. Lalu aku akan mengibaskan pedang kepada kalian, bila anak panah yang aku miliki telah habis!”

“Demi Allah, kami tidak akan membiarkan kamu dengan uangmu yang banyak itu lepas dari kami. Kamu datang ke Makkah dalam keadaan fakir dan miskin. Kini kamu sudah kaya dan lebih dari cukup.” Orang-orang Quraisy berteriak.

Shuhaib lalu berkata “Bagaimana kalau hartaku ini aku tinggalkan untuk kalian. Bersediakah kalian melapangkan jalan bagiku?.” 

“Ya, kami bersedia!” Jawab orang-orang Quraisy.

Shuhaib melemparkan kantong uangnya ke hadapan mereka, lalu mereka ambil dan membiarkan Shuhaib pergi ke Madinah. Shuhaib pergi ke Madinah untuk menyelamatkan agamanya, tanpa menyesal dan sedih atas harta yang dikorbankannya, demi untuk memetik kemuliaan dan kebahagiaan hidup. 

Itulah kisah keberanian Shuhaib Ar-Rumi menghadapi kaum Quraisy. Ia tetap tenang lagi sabar meski merasakan semua penderitaan. Keimanan terhadap Islam tidak bergeser sedikitpun.

BACA JUGA