Hukum Membayar Fidyah untuk Orang Pikun!

Hukum Membayar Fidyah untuk Orang Pikun!


Eliyah
13/03/2025
18 VIEWS
SHARE

Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah, di mana umat Muslim diwajibkan untuk berpuasa. Tetapi, ada keringanan yang diberikan, seperti bagi orang yang sakit, lansia, atau dalam kondisi tertentu lainnya. Salah satu bentuk keringanan tersebut adalah dengan membayar fidyah. 

Dari Aisyah r.a, ia berkata: "Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang berbuka karena sakit atau dalam perjalanan, maka hendaklah ia mengganti puasa tersebut di hari-hari lain.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Fidyah adalah sejumlah harta yang wajib diberikan kepada fakir miskin sebagai pengganti kewajiban puasa yang ditinggalkan. Fidyah yang berarti mengganti atau menebus. Fidyah dilaksanakan hingga sebelum bertemu bulan Ramadan selanjutnya. Fidyah dibayarkan dalam bentuk makanan pokok, seperti beras, gandum, atau kurma. Ukuran fidyah adalah satu mud (sekitar 0,6 kg) makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.

Sesuai dengan firman Allah Swt. Ia berfirman: "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan orang miskin." (Q.S Al-Baqarah: 184).

Baca juga: Belum Bayar Fidyah? Yuk, Tunaikan Sekarang juga!

Bagaimana dengan orang pikun? Apakah mereka juga wajib membayar fidyah?

Pikun adalah kondisi daya ingat dan kemampuan berpikir manusia. Dalam kondisi yang parah, orang pikun mungkin tidak lagi menyadari kewajiban ibadah, termasuk puasa. Orang mengalami pikun berubah akal hingga tidak sadar dan telah menginjak usia tua, maka kewajiban puasa dan salatnya menjadi gugur. Namun, kewajiban fidyah dibebankan kepada walinya atau keluarganya. Mereka bertanggung jawab untuk membayarkan fidyah atas nama orang pikun tersebut. 

Rasulullah saw bersabda: “Pena diangkat (kewajiban gugur) dari tiga (orang); Orang yang tidur hingga bangun, anak kecil hingga bermimpi (balig) dan orang gila hingga berakal (sembuh)”. (HR. Abu Daud no. 4403, Tirmidzi no. 1423, An Nasa’i no. 3432, Ibnu Majah no. 2041). Hadis ini menjelaskan bahwa orang yang hilang akal, termasuk yang pikun parah, tidak lagi dicatat amal perbuatannya, sehingga tidak dibebankan kewajiban syariat.

Kewajiban fidyah untuk orang pikun sangat bergantung pada tingkat keparahan pikun dan kondisi fisiknya. Pikun yang masih dalam tahap awal, dan orang tersebut masih sadar akan kewajiban berpuasa, maka ia tetap diwajibkan untuk berpuasa. 

Tetapi, Jika seseorang mengalami pikun yang sangat parah sehingga benar-benar kehilangan akal dan tidak lagi memahami apapun, maka ia tidak lagi dibebankan kewajiban apapun, termasuk puasa dan fidyah. Karena dalam kondisi ini, ia dianggap seperti anak kecil yang belum balig. Jika orang pikun memiliki harta sendiri, maka fidyah dapat diambil dari hartanya, dan jika tidak, maka walinya atau keluarganya yang bertanggung jawab untuk membayarkan fidyah. Penting untuk mengetahui ini ya, Sahabat. Agar ibadah puasa kita sempurna, hukum-hukum dan pelaksanaannya perlu kita perhatikan juga.


Yuk! Zakat, infak, dan sedekah bersama LAZ Al Azhar. Hadirkan kebahagiaan dan kebermanfaatan yang lebih luas. Klik di sini.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA