Salat tarawih merupakan salat sunah yang sangat dianjurkan pada bulan Ramadan. Tarawih menjadi salah satu amaliah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw selama hidupnya dan diteruskan oleh para sahabat dan umat Islam setelah kepergiannya. Rasulullah saw bersabda :
“Barang siapa melaksanakan qiyam Ramadan (tarawih) karena iman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau.” (HR Al-Bukhari, Muslim).
Salat tarawih memiliki makna istirahat, nyaman, tenang, atau lepas dari berbagai kesibukan. Namun pada praktiknya, cukup banyak fenomena salat tarawih kilat yang dilakukan secara cepat dan terburu-buru. Fenomena salat tarawih kilat selalu menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Lantas bagaimana hukum salat tarawih kilat menurut Islam?
Hukum salat tarawih kilat akan menjadi sah jika dilakukan sesuai dengan ketentuan dan cara yang benar, tidak sekedar cepat saja. Secara garis besar ada dua rukun yang harus diperhatikan, yaitu rukun qauli dan rukun fi’li.
Rukun qauli merupakan rukun yang dikerjakan oleh lisan kita, yaitu takbiratul ihram, Al-Fatihah, tasyahud, selawat dan salam. Di dalam rukun qauli ini ada kewajiban riwayat huruf harus dijaga akurasi pengucapan huruf-hurufnya agar tidak menjadi huruf lain yang dapat menyebabkan perubahan makna.
Kemudian rukun fi’li, rukun ini adalah rukun yang dikerjakan oleh anggota badan kita. Jika tidak sempurna dalam melakukan rukun ini, dapat menyebabkan batalnya salat.
Dalam rukun qauli, taktik yang digunakan dalam salat tarawih secara cepat salah satunya membaca Al-Fatihah diperlukan kemahiran dalam membacanya, sesuai dengan makharijul huruf dan tajwid. Jika mampu, boleh melafalkan dengan satu kali nafas tanpa mengubah makna. Maka tidak ada masalah dalam melakukan salat tarawih dengan cepat.
Kesimpulannya salat tarawih kilat bisa menjadi sah apabila sesuai dengan rukun dan cara yang benar-benar dijaga dalam aturan fikih. Jika belum mampu untuk sesuai dengan cara tersebut maka sebaiknya kita menjaga pelaksanaan salat kita dengan khusu dan tartil.