Utang Belum Lunas, Tapi Harus Zakat? Begini Hukumnya!

Utang Belum Lunas, Tapi Harus Zakat? Begini Hukumnya!


Risdawati
29/10/2025
16 VIEWS
SHARE

Banyak orang bingung saat tiba waktu menunaikan zakat, sementara mereka masih memiliki utang yang belum lunas. “Kalau masih punya utang, apakah saya tetap wajib zakat?” Pertanyaan ini sering muncul, terutama di tengah kondisi keuangan yang belum stabil.

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang menegaskan kepedulian sosial dan pembersihan harta. Namun, dalam Islam juga dikenal tanggungan utang yang wajib diselesaikan. Lalu, bagaimana jika kedua kewajiban ini bertemu? Apakah utang bisa menggugurkan kewajiban zakat, atau justru keduanya tetap harus berjalan beriringan? Mari kita bahas hukumnya berdasarkan pandangan para ulama dan mengenai hal ini.

Menurut para ulama, jika seseorang memiliki harta dan sudah mencapai nisab dan haul, namun juga ia memiliki utang, maka ia harus membayar utangnya terlebih dahulu. Jika setelah membayar utang hartanya masih mencapai nisab, maka zakat dihitung dari sisa harta tersebut. Namun, apabila sisa uang tersebut tidak mencukupi nisab, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat. Begitu pun harta simpanan yang sebelumnya mencapai nisab sudah tidak tersisa, maka kewajiban zakat gugur.

Lalu, apakah utang bisa mengurangi kewajiban berzakat atau tidak?

Menurut Imam Syafi’i, serta sebagian riwayat dari Imam Ahmad dan Imam Zuhri, utang tidak mengurangi kewajiban zakat, baik untuk harta yang tampak (pertanian, peternakan, dan perkebunan) maupun yang tidak tampak (emas, perak dan sejenisnya). Sebagaimana atsar Usman bin Affan radiyallahu ’anhuma berkata, “Bulan ini adalah bulan saat kalian mengeluarkan zakat. Barang siapa yang memiliki tanggungan, segeralah ia membayar utangnya sehingga kalian dapat memperoleh harta kalian dan mengeluarkan zakat dari harta itu.”

Ulama Syafi’iyyah menafsirkan atsar ini sebagai anjuran untuk melunasi utang sebelum waktu zakat tiba. Jika waktu zakat sudah tiba dan utang masih ada, maka utang tersebut tidak mengurangi kewajiban zakat. Berbeda halnya dengan ulama Hanabilah yang memahami atsar itu sebagai dasar bahwa utang dapat menjadi pengurang zakat.

Kesimpulannya, utang yang dapat mengurangi kewajiban zakat adalah utang yang harus dibayar bersamaan dengan waktu pembayaran zakat. Artinya, memiliki harta tidak otomatis membebaskan seseorang dari kewajiban zakat mal. Islam memberi keringanan bagi orang yang memiliki utang jangka pendek yang segera jatuh tempo, tetapi untuk utang jangka panjang, zakat tetap wajib dibayarkan jika harta yang tersisa setelah dikurangi cicilan satu tahun masih mencapai nisab.

Dari kasus ini, kita dapat mengambil hikmah bahwa Islam tidak melarang seseorang untuk berutang. Utang bukanlah hal yang berdosa, selama kita mampu menunaikannya dengan tanggung jawab. Namun, Rasulullah saw juga mengingatkan agar kita berhati-hati terhadap utang dan tidak menyepelekannya, karena setiap utang akan dimintai pertanggungjawaban.

“Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali utangnya.” (HR. Muslim).

Jika terpaksa berutang demi tujuan yang baik, pastikan untuk segera melunasinya agar hati dan hidup tetap tenang.

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang mengambil harta orang lain (berutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah Swt akan tunaikan untuknya. Dan barang siapa yang mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya), maka Allah akan membinasakannya”. (HR. Bukhari).

Dengan menunaikan zakat dan melunasi utang tepat waktu, hati akan tenang dan hidup menjadi lebih berkah.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA