Desember bukan sekadar bulan terakhir dalam satu tahun kalender, namun di bulan ini juga terdapat peringatan yang dianggap penting oleh sebagian masyarakat Indonesia yaitu Hari Ibu. Hari Ibu sering diperingati sebagai momen untuk mengungkapkan cinta dan penghormatan kepada seorang ibu.
Namun dalam pandangan Islam, memuliakan ibu bukanlah amalan yang dibatasi oleh satu hari tertentu, apalagi sekadar seremonial tahunan. Islam mengajarkan bahwa berbakti kepada ibu adalah kewajiban sepanjang hayat, dilakukan setiap hari, selama anak dan ibu masih hidup.
Jauh sebelum munculnya gagasan Mother’s Day yang berasal dari Barat dan digagas oleh masyarakat non-Muslim, Islam telah menempatkan ibu pada posisi yang sangat mulia. Al-Qur’an dan hadis menegaskan betapa besar pengorbanan seorang ibu yang mengandung dalam keadaan lemah, melahirkan dengan taruhan nyawa, menyusui, serta mendidik dengan penuh kesabaran. Karena itulah Rasulullah saw menyebut ibu hingga tiga kali sebagai pihak yang paling berhak mendapatkan bakti seorang anak.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:
“Seorang pria pernah mendatangi Rasulullah saw lalu berkata, ‘Siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik?’ Beliau saw mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau saw mengatakan, ‘Ibumu.’ Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau saw mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau saw mengatakan, ‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).
Di sinilah pentingnya seorang Muslim memisahkan antara nilai dan perayaan. Nilai menghormati ibu adalah ajaran Islam yang luhur dan wajib dijaga. Namun perayaan Hari Ibu sebagai hari raya atau ritual khusus yang berasal dari tradisi non-Muslim bukan bagian dari ajaran Islam. Islam tidak menetapkan hari raya kecuali yang telah disyariatkan. Oleh karena itu, seorang Muslim hendaknya bersikap bijak, tidak menolak nilai kebaikan, tetapi juga tidak larut dalam peniruan tradisi yang tidak bersumber dari Islam.
Menghormati ibu dalam Islam tidak diwujudkan dengan hadiah setahun sekali atau ucapan simbolis semata, tetapi melalui akhlak yang konsisten seperti berbicara dengan lembut, menaati selama tidak melanggar syariat, merawat di masa tua, serta mendoakan tanpa henti, baik ibu masih hidup maupun telah wafat. Inilah bentuk bakti yang bernilai ibadah dan mendatangkan rida Allah Swt.
Allah Swt berfirman:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS. Lukman: 14).
Ayat tersebut menegaskan bahwa dalam Islam perintah berbakti di sini bukan hanya berlaku pada bulan Desember saja, namun setiap waktu.
Maka, Islam tidak membutuhkan satu hari khusus untuk mengingat jasa ibu, karena setiap hari adalah Hari Ibu bagi seorang Muslim. Hari demi hari adalah kesempatan untuk berbakti, berdoa, dan memperbaiki diri. Inilah keindahan Islam, penghormatan kepada ibu bukan sekadar perayaan, melainkan ibadah yang hidup dalam keseharian, penuh adab, iman, dan tanggung jawab.