Salah satu kewajiban selain puasa yang harus dikerjakan pada bulan Ramadan adalah zakat fitrah. Islam mewajibkan semua pemeluknya untuk mengeluarkan zakat fitrah di bulan Ramadan. Karena diwajibkan, maka berdosa orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat fitrah di bulan Ramadan.
Dahulu kala terdapat suatu kisah yang terjadi pada zaman sahabat Abu Bakar r.a setelah wafatnya Rasulullah saw. Ia merupakan representasi dari sifat Rasulllah yang sangat santun, penyayang kepada semua kalangan. Ia tidak pernah marah, kecuali jika ajaran Islam dihina. Tidak pernah membenci pada orang-orang yang menyakitinya.
Namun akibatnya, banyak orang-orang Quraisy saat itu yang justru meremehkan pada estafet kepemimpinannya saat itu. Ia dinilai sebagai pemimpin yang lemah, sehingga banyak dari mereka yang melanggar dan tidak memenuhi tanggungjawabnya, khususnya zakat.
Pada saat itu terjadi persoalan bagi para umat muslim di bawah kekuasannya. Mayoritas masyarakat pada zaman itu menolak membayar zakat setelah kematian Rasulullah. Mereka tidak melihat lagi keharusan membayar zakat dengan berbagai alasan. Mulai dari tabiat kikir hingga kepandaian mereka menimbun harta.
Menurut Muhammad Husain Haekal dalam buku Abu Bakar Ash-Shiddiq, masyarakat pemberontak ini menganggap zakat identik dengan upeti yang mesti dibayarkan tokoh daerah kepada pemerintahan pusat. Pada saat itu, kaum pemberontak menilai mereka tidak harus membayar upeti setelah wafatnya Rasululah.
Baca juga: Memaknai Doa Zakat Fitrah; Jalan Menyempurnakan Ibadah
Melihat fenomena tersebut Abu Bakar mengadakan pertemuan dengan para khalifah diantaranya Umar bin Khattab. Seorang Umar yang terkenal sangat tegas dalam bersikap, tapi pada pertemuan ini ia menjadi cukup lunak dalam memandang para pemberontak.
Pada pertemuan ini, Abu Bakar mengemukakan pendapatnya bahwa zakat itu bagian penting di dalam Islam. Tidak sempurna Islam seseorang atau suatu kaum bila mengesampingkan penunaian zakat. Apalagi, dalam Al-Qur’an perintah salat beriringan dengan seruan menunaikan zakat. Hingga Abu Bakar menyampaikan argumen sebagai berikut, “Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku (sebagai khalifah-Red), yang dulu mereka lakukan kepada Rasulullah, akan kuperangi.
Karena nasihat dan ajakan tidak mempan, akhirnya sahabat Abu Bakar memutuskan untuk mengangkat senjata guna memerangi mereka yang tidak mengeluarkan zakat. Upayanya saat itu benar-benar ia tegakkan. Beberapa pasukan umat Islam ia kerahkan untuk menghadapi mereka.
Usahanya untuk berperang memberantas kelompok pecegah zakat itu, pada akhirnya meraih kemenangan. Dari kemenangan tersebut akhirnya jaringan orang-orang murtad pun terputus, Islam kembali tersebar ke seluruh Jazirah Arab sebagaimana ketika dipimpin oleh Rasulullah, dan kabilah-kabilah pun tunduk menunaikan zakat. Keputusan khalifah Abu Bakar untuk memerangi orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat merupakan jalan terakhir. Sebab, saat itu mereka sudah tidak bisa dinasehati dan dibujuk kembali.
Dari kisah ini dapat dipahami perihal pentingnya menunaikan zakat, termasuk juga zakat fitrah. Sebab, zakat tidak hanya berbicara perihal kewajiban dalam Islam saja, namun juga menyangkut hak orang lain yang harus diterima oleh mereka (mustahik zakat). Karenanya, sahabat Abu Bakar benar-benar berusaha untuk menegakkan keadilan tersebut, guna menjamin kesejahteraan orang fakir miskin saat itu.