Hari HAM Internasional 2025: Gaza dan Normalisasi Atas Derita yang Tak Berkesudahan

Hari HAM Internasional 2025: Gaza dan Normalisasi Atas Derita yang Tak Berkesudahan


Risdawati
10/12/2025
18 VIEWS
SHARE

Memasuki usia ke-77 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang biasa dirayakan setiap tanggal 10 Desember, dunia kembali diajak merenungkan komitmen bersama untuk menjunjung martabat dan hak setiap manusia.

Deklarasi Hari Hak Asasi Manusia Sedunia menegaskan bahwa setiap manusia, tanpa memandang kebangsaan, agama, warna kulit, ras, jenis kelamin, bahasa politik, atau latar belakang, berhak atas keadilan dan hak untuk hidup bermartabat.

Namun, semangat itu tak sejalan dengan peringatan ini. Penjajahan yang berkepanjangan terus terjadi di Bumi Palestina menjadi bukti nyata bahwa perjuangan itu belumlah sempurna. Berbagai pelanggaran HAM masih kerap dinormalisasikan, seolah derita manusia tidak lagi menggugah dunia.

Terlebih ketika agresi Zionis Israel ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga saat ini, sudah lebih dari 70.366 warga Palestina syahid dan 171.064 lainnya terluka dalam genosida Israel. Dalam pernyataan resmi Kementerian Kesehatan Palestina, menyatakan bahwa enam warga Palestina yang terluka meninggal dunia akibat luka-luka yang mereka alami selama 24 jam terakhir di Gaza.

Angka-angka ini menggambarkan lebih dari sekadar data; ia adalah nyawa, keluarga, dan masa depan yang hilang. Setiap korban membawa cerita yang terputus, harapan yang direnggut, serta menjadi pengingat pahit bahwa pelanggaran HAM masih terjadi secara terang-terangan di hadapan dunia. Di tengah seruan global untuk kemanusiaan, tragedi ini menegaskan bahwa tugas untuk menegakkan hak asasi manusia masih jauh dari selesai.

Di sinilah relevansi tema peringatan tahun ini, “Human Rights, Our Everyday Essentials,” semakin terasa. Hak asasi manusia bukan hanya konsep hukum atau slogan tahunan, melainkan kebutuhan paling mendasar yang seharusnya hadir dalam kehidupan setiap manusia, setiap hari. Namun di Gaza, hak-hak itu dirampas begitu saja, seolah hidup dan martabat manusia dapat dinegosiasikan atau bahkan dianggap biasa.

Normalisasi atas penderitaan rakyat Palestina bukan hanya terlihat dari angka korban yang terus bertambah, tetapi juga dari sikap sebagian negara dan aktor internasional yang memilih diam, menunda tindakan, atau sekadar mengeluarkan kecaman tanpa konsekuensi. Ketidakadilan yang berulang ini memperlihatkan bagaimana dunia masih gagal memastikan bahwa hak asasi benar-benar menjadi milik semua orang, bukan hanya milik mereka yang berada dalam posisi aman dan berkuasa.

Hari HAM Internasional seharusnya menjadi momentum bagi dunia untuk tidak lagi memalingkan wajah dari tragedi kemanusiaan di Gaza. Perjuangan HAM tidak boleh berhenti pada peringatan atau seremoni; ia harus diwujudkan dalam keberanian politik, solidaritas kemanusiaan, dan komitmen nyata untuk menghentikan kekerasan, menjamin perlindungan warga sipil, serta mengembalikan hak-hak fundamental yang selama ini direnggut.

Dengan demikian, Hari HAM Internasional bukan hanya tentang mengenang deklarasi yang ditandatangani 77 tahun lalu, melainkan tentang memastikan bahwa nilai-nilai itu tetap hidup dalam tindakan kita hari ini. Gaza adalah cermin bagi dunia untuk menguji apakah kemanusiaan masih menjadi kompas moral global. Selama penderitaan masih dinormalisasikan, selama itu pula perjuangan untuk hak asasi manusia belum benar-benar selesai.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA