Perasaan kamu tentang artikel ini?
Jakarta, (9/10) – Sorak kemenangan menggema dari lorong-lorong sempit kamp pengungsian hingga reruntuhan sekolah yang telah lama kehilangan fungsinya. Di jalanan Gaza yang berdebu, ribuan orang memadati ruang-ruang yang tersisa, bukan untuk berlindung, melainkan untuk merayakan. Untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir, tangis tak lagi lahir dari duka, tapi dari haru: gencatan senjata akhirnya datang.
Pengumuman gencatan senjata yang disampaikan oleh perwakilan dari Mesir dan Qatar di Jenewa, sontak memantik euforia yang nyaris tak percaya. Selama 24 bulan terakhir, Gaza hidup dalam bayang-bayang maut yang tak henti menggulung, menyusul agresi militer Israel sejak Oktober 2023 yang oleh banyak pengamat dan badan HAM internasional disebut sebagai bentuk genosida.
Dilansir Reuters, Kamis (9/10/2025), persetujuan atas tahap pertama rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk Gaza itu dicapai dalam perundingan tidak langsung di Mesir, Rabu (8/10/2025) waktu setempat.
Gencatan senjata ini, menurut kesepakatan awal, mencakup penghentian total operasi militer, pembukaan koridor kemanusiaan permanen, serta pemulihan infrastruktur dasar. Israel menyebutnya sebagai “penghentian operasi bersyarat,” sementara Hamas menyatakan ini sebagai “kemenangan ketahanan rakyat.”
“Thank God for the ceasefire, the end of bloodshed and killing. I am not the only one happy. All of the Gaza Strip is happy, all the Arab people, all of the world is happy with the ceasefire and the end of bloodshed. Thank you and all the love to those who stood with us.” Abdul Majeed Abd Rabbo, dilansir dari Reuters.
Tahap pertama proposal gencatan senjata yang diusulkan Trump itu menyerukan gencatan senjata dan pembebasan 48 sandera Israel yang ditahan di Gaza, termasuk 20 orang yang diyakini masih hidup. Pada fase ini, tahanan Palestina juga akan dibebaskan dari penjara Israel.
.jpeg)
