Kuteks atau pewarna kuku telah menjadi bagian dari cara wanita berhias. Dengan mempercantik kukunya, wanita merasa lebih menarik dan percaya diri.
Umumnya, penggunaan kuteks di kalangan Muslimah kerap dilakukan saat sedang haid, karena pada masa itu mereka tidak diwajibkan melaksanakan salat. Namun kini, tren berhias dengan kuteks juga banyak diikuti oleh Muslimah yang sedang tidak berhalangan.
Padahal, dalam Islam, berhias memiliki aturan tersendiri. Seorang Muslimah boleh mempercantik diri, tetapi tidak boleh berlebihan (tabarruj) atau melampaui batas. Allah Swt tidak menyukai hal-hal yang berlebihan.
Sebagaimana firman Allah Swt:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31).
Dari ayat tersebut, kita memahami bahwa berhias diperbolehkan selama tidak berlebihan dan tetap sesuai syariat. Namun, masalah muncul ketika kuteks yang digunakan justru menjadi penghalang sahnya ibadah, terutama wudu.
Kuteks dan Syarat Sahnya Wudu
Salah satu syarat sah wudu adalah air harus mengenai seluruh bagian kulit yang wajib dibasuh, termasuk kuku. Sementara, kuteks yang bersifat menutup permukaan kuku dapat mencegah air menyentuhnya.
Perlu diketahui bahwa pada umumnya bahan dasar pembuatan kuteks kuku adalah zat pewarna yang membentuk lapisan kedap air pada permukaan kuku. Lapisan inilah yang membuat air wudu tidak bisa membasahi kuku secara sempurna. Karena itu, penggunaan kuteks yang bersifat menutup permukaan kuku tidak diperbolehkan saat berwudu, sebab bisa menghalangi sahnya ibadah.
Rasulullah saw bersabda, “Celakalah tumit-tumit kalian (yang tidak kena air wudu) masuk api neraka.” (HR. Bukhari).
Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya memastikan air wudu benar-benar mengenai seluruh anggota tubuh yang wajib dibasuh. Karena itu, para ulama berpendapat bahwa wudu seseorang yang mengenakan kuteks yang menutupi kuku tidak sah hingga kuteks tersebut dihapus terlebih dahulu. Jika wudunya tidak sah, maka salat yang dilakukan pun menjadi tidak sah.
Hukum Memakai Kuteks bagi Muslimah
Lalu bagaimana hukum memakai kuteks di luar konteks wudu? Menurut Muiz al-Bantani dalam karyanya Fikih Wanita Sepanjang Masa, hukum memakai kuteks bisa berbeda tergantung pada niat dan tujuan pemakainya.
1. Diperbolehkan (bahkan bernilai sunah) jika digunakan untuk mempercantik diri di hadapan suami. Hal ini termasuk bentuk kasih sayang dan usaha menyenangkan pasangan, yang bisa bernilai ibadah di sisi Allah Swt.
2. Haram, jika kuteks dipakai untuk menarik perhatian laki-laki yang bukan mahram, atau menjadi sarana untuk menggoda dan menimbulkan fitnah. Perbuatan seperti ini dapat menjerumuskan pada dosa dan ancaman siksa di neraka.
Dengan demikian, memakai kuteks tidak sepenuhnya dilarang, tetapi harus memperhatikan waktu, niat, dan situasi. Muslimah boleh berhias, tetapi jangan sampai kecantikan yang semu menghalangi ibadah atau menjerumuskan pada dosa.
Memakai kuteks tidak dilarang selama dilakukan dengan niat yang benar dan dalam waktu yang tepat. Namun, sebelum berwudu atau salat, pastikan kuteks dihapus terlebih dahulu agar air dapat meresap sempurna.
Kecantikan sejati bukan terletak pada warna kuku atau riasan luar, tetapi pada hati yang bersih dan taat kepada Allah Swt. Karena hati yang tunduk kepada Allah, itulah hiasan terindah seorang Muslimah.