Batasan Menilai Orang Lain dalam Islam

Batasan Menilai Orang Lain dalam Islam


Risdawati
24/12/2025
14 VIEWS
SHARE

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dengan mudah memberi penilaian terhadap orang lain, baik secara sadar maupun tidak. Penilaian ini kerap muncul secara spontan, misalnya saat bertemu seseorang di jalan atau ketika diperkenalkan oleh teman. Dalam Islam, sikap menilai bukan perkara sepele, karena dapat bernilai pahala jika dilakukan dengan benar, namun bisa menjadi dosa apabila melampaui batas yang ditetapkan. 

Lantas, bagaimana Islam mengatur batasan dalam menilai orang lain?

Hukum Menilai Orang Lain dalam Islam

Pada dasarnya, Islam tidak melarang menilai orang lain selama dilakukan secara adil, berdasarkan bukti yang jelas, dan bertujuan untuk kebaikan. Sebaliknya, menilai dengan prasangka buruk (suudzon), menyebarkan aib (gibah), atau memfitnah merupakan perbuatan yang dilarang.

Allah Swt berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain…” (QS. Al-Hujurat: 12).

Ayat ini menegaskan bahwa Islam melarang penilaian yang bersumber dari prasangka, keinginan mencari kesalahan, dan membicarakan keburukan orang lain. Sikap-sikap tersebut bukan hanya merusak kehormatan individu, tetapi juga dapat merusak hubungan sosial dan ukhuwah di tengah masyarakat. Oleh karena itu, seorang muslim dituntut untuk berhati-hati dalam menilai orang lain serta menahan diri dari sikap menghakimi tanpa dasar yang jelas.

Batasan Menilai Orang Lain dalam Islam

Agar penilaian terhadap orang lain tetap berada dalam koridor yang dibenarkan syariat, Islam menetapkan sejumlah batasan yang perlu dipahami dan diamalkan. Batasan inilah yang menjadi pedoman agar sikap menilai tidak berubah menjadi prasangka buruk, gibah, atau kezaliman terhadap sesama.

Berikut beberapa batasan dalam menilai orang lain, di antaranya:

1. Tidak berdasarkan prasangka buruk

2. Tidak menyebarkan aib

3. Tujuannya untuk kebaikan

4. Hindari fitnah

Kapan Menilai Orang Lain Diperbolehkan?

Dalam beberapa kondisi menilai orang lain dalam Islam dianjurkan, seperti:

1. Untuk keselamatan dan tanggung jawab: Menilai diperlukan jika perilaku seseorang berpotensi membahayakan diri sendiri atau orang lain, agar bisa dicegah atau diperbaiki.

2. Dalam tugas atau peran resmi: Diperbolehkan saat kita memang memiliki tanggung jawab menilai, seperti guru, pemimpin, atau panitia, dan penilaian dilakukan sesuai aturan.

3. Untuk membantu dan memperbaiki: Menilai boleh dilakukan jika tujuannya memberi nasihat atau solusi, bukan menyalahkan atau merendahkan.

4. Berdasarkan tindakan, bukan pribadi: Fokus pada perbuatan atau sikap yang terlihat, bukan menyerang karakter, fisik, atau latar belakang seseorang.

5. Berdasarkan fakta yang jelas: Penilaian harus didukung bukti atau kejadian nyata, bukan asumsi, gosip, atau prasangka.

6. Disampaikan dengan cara yang baik: Penilaian disampaikan secara sopan, empatik, dan menjaga perasaan orang lain.

Menilai orang lain dalam Islam adalah amanah yang harus dilakukan dengan adil, berdasarkan fakta, dan untuk kebaikan. Dengan menahan prasangka buruk dan menjauhi gibah, kita tidak hanya menjaga kehormatan orang lain, tetapi juga membersihkan hati sendiri. Semoga kita selalu menilai dengan bijak dan membawa kebaikan bagi sesama.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA