Zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepada seluruh umat Islam. Zakat merupakan bagian tertentu dari harta yang wajib dikeluarkan oleh umat Muslim apabila sudah mencapai syarat yang ditetapkan. Oleh karena itu, dalam pengalokasiannya harus sesuai ketentuan. Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat, seperti fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharim, fii sabilillah, dan ibnu sabil.
Delapan golongan tersebut diabadikan dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 60.
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (Q.S At-Taubah: 60).
Dalam penjelasan surah At-Taubah, itu menandakan bahwa golongan yang tidak disebutkan dalam ayat tersebut, maka tidak berhak menerima zakat. Zakat ini tujuannya adalah untuk membantu mereka yang membutuhkan, jadi harus tepat sasaran. Zakat yang disalurkan pada selain 8 asnaf itu, maka zakatnya tidak sah. Jika kita lihat secara tekstual, ayat tersebut sama sekali tidak menyebutkan ‘anak yatim’. Lantas bagaimana sebetulnya, apakah yatim berhak menerima zakat? Simak baik-baik ya, Sahabat!
Baca juga: Muliakan Kehidupan Anak Yatim, Beri Kebebasan Mereka untuk Bermimpi
Dikutip dalam @NUOnline, ulama terkemuka Mekah, Syekh Ismail Zain Al-Yamani dalam kompilasi wafatnya menyatakan:
“Sesungguhnya anak yatim apabila tidak memiliki harta khusus baginya, dari warisan, wasiat ataupun sesamanya; dan juga harta yang umum seperti halnya pengalokasian harta fai’ (harta yang kembali pada umat Islam) dan wakaf kepada anak-anak yatim dan sesamanya, maka ia termasuk kategori fakir, karenanya diperbolehkan untuk memberikan anak-anak yatim dari harta zakat apabila mereka dalam kondisi fakir. Akan tetapi yang menerimanya ialah wali mereka, orang yang mengurusinya, atau orang yang telah diangkat oleh pihak pemerintah. Mereka diperkenankan untuk mengalokasikan harta zakat tersebut untuk kebutuhan sang yatim seperti nafkah, pakaian dan tempat tinggal sesuai prosedur yang telah ditetapkan syariat.” (Ismail Zain Al-Yamani Al-Makki, Qurratul ‘Ain bi Fatawa Isma’il Az-Zain, [Sarang: Maktabah Al-Barakah], halaman 65).
Maka dari itu, dalam fiqih diperbolehkan menyalurkan zakat kepada anak yatim apabila termasuk kategori fakir atau miskin. Artinya, ia tidak memiliki harta yang mencukupi kebutuhan sehari-harinya, baik bersumber dari harta warisan, wasiat, wakaf maupun dana dari lembaga penyalur donasi dan amal serta sumber dana lainnya. Sehingga, anak yatim tersebut berstatus fakir dan tergolong kelompok yang dapat menerima zakat sebagaimana tercatat dalam Al-Qur’an Surah At-Taubah ayat 60.
Yuk, Sahabat! Kita bahagiakan adik yatim di bulan Muharram ini. Semoga niat baik selalu berbuah kebaikan.
Yukkk! Zakat, infak, dan sedekah bersama LAZ Al Azhar. Hadirkan kebahagiaan dan kebermanfaatan yang lebih luas. Klik di sini.