Kenapa Banyak Perokok Tahu Risikonya, tapi Tetap Merokok?

Kenapa Banyak Perokok Tahu Risikonya, tapi Tetap Merokok?


Risdawati
30/09/2025
13 VIEWS
SHARE

Bukan lagi rahasia jika rokok adalah produk yang menjadi penyebab utama berbagai penyakit mematikan. Tapi mengapa, di tengah semua informasi dan kampanye kesehatan, jutaan orang masih memilih untuk menyalakan sebatang demi sebatang? Salah satu alasan utamanya yaitu kecanduan terhadap nikotin, zat adiktif dalam rokok. Nikotin memberikan efek stimulan yang bisa meningkatkan suasana hati sementara, yang membuat perokok “tergantung” pada rokok.

Masalahnya, efek nikotin tidak berhenti pada ketergantungan sesaat. Seiring waktu, tubuh mulai membangun toleransi, artinya dibutuhkan jumlah nikotin yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama. Inilah yang membuat berhenti merokok menjadi tantangan besar. Gejala putus nikotin seperti gelisah, mudah marah, sulit tidur, hingga depresi ringan, sering kali menjadi tembok penghalang bagi mereka yang sebenarnya ingin lepas dari jerat rokok. Namun ketergantungan fisik bukan satu-satunya alasan mengapa orang tetap merokok.

Faktor sosial dan tekanan dari lingkungan sekitar juga turut memperkuat kebiasaan merokok. Tak sedikit orang yang memilih merokok saat berada dalam pergaulan atau sebagai pelarian dari stres dan kecemasan, meskipun mereka sadar akan bahaya kesehatan yang ditimbulkan.

Di sinilah letak permasalahannya, kesadaran akan bahaya rokok tidak selalu sebanding dengan kemampuan untuk berhenti. Banyak perokok sebenarnya ingin berhenti, namun tanpa dukungan yang tepat baik dari lingkungan, layanan kesehatan, maupun kebijakan publik usaha itu sering berujung pada kegagalan. Ini bukan sekadar soal kemauan, tapi juga soal sistem pendukung yang belum sepenuhnya tersedia atau diakses oleh semua orang.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan konsumsi rokok. Namun, industri ini tetap berkembang pesat dan menghasilkan pendapatan yang sangat besar. Di banyak negara, pajak rokok menjadi sumber pemasukan penting bagi pemerintah untuk mendanai program kesehatan dan pembangunan. Bahkan, di beberapa wilayah, industri tembakau menjadi salah satu sektor penyerap tenaga kerja terbesar.

Namun, keuntungan ekonomi ini harus dibayar dengan biaya sosial yang tinggi. Penyakit yang disebabkan oleh merokok tidak hanya menguras anggaran kesehatan negara, tetapi juga menghancurkan kehidupan jutaan keluarga. Di balik angka-angka statistik, ada anak yang kehilangan orang tua, istri yang kehilangan suaminya, dan generasi yang tumbuh dalam bayang-bayang penyakit yang seharusnya bisa dicegah. Menurut data terbaru, pengeluaran untuk perawatan medis akibat penyakit yang ditimbulkan oleh rokok mencapai miliaran dolar setiap tahunnya, angka yang bahkan melebihi pendapatan dari pajak rokok itu sendiri.

Meski tantangannya besar, bukan berarti berhenti merokok mustahil dilakukan. Dukungan medis seperti terapi pengganti nikotin, konseling, hingga komunitas berhenti merokok bisa sangat membantu. Selain itu, penting juga bagi pemerintah dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, bukan malah memicu keinginan untuk kembali merokok. Sayangnya, meski solusi tersedia, belum semua perokok memiliki akses atau keberanian untuk memulai proses berhenti.

Merokok mungkin dimulai dari satu keputusan kecil, tetapi berhenti juga bisa dimulai dari langkah yang sama. Bukan dengan tekanan, tapi dengan dukungan karena setiap orang berhak atas kesempatan kedua untuk hidup lebih sehat.

Perasaan kamu tentang artikel ini?

BACA JUGA