Hati adalah pusat kehidupan seorang manusia. Ketika hati sehat, ia mampu menuntun kita pada kebaikan, membimbing amal, dan menumbuhkan ketenangan. Namun, ada beberapa perkara yang secara perlahan bisa merusaknya: membuatnya keras, gelap, bahkan jauh dari rahmat Allah.
Hati yang rusak tidak mudah kembali ke jalan yang benar, namun hikmah dari para salaf bisa menjadi cermin bagi kita untuk mengenali dan memperbaiki diri. Syaqiq al-Balkhi, sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi al-Bantani, menceritakan bahwa Ibrahim bin Adham pernah berjalan di pasar-pasar kota Bashrah, Irak. Orang-orang pun berkumpul di sekelilingnya, bertanya mengenai makna ayat Allah Swt:
“Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan doa kalian.” (QS. Ghafir: 60).
Namun, mereka merespon dengan keluhan: “Kami sudah lama berdoa kepada Allah Swt, tetapi Dia tidak mengabulkan doa kami”.
Mendengar itu, Ibrahim bin Adham berkata, “Wahai penduduk Bashrah, itu karena kalbu-kalbu kalian sesungguhnya telah mati karena sepuluh perkara. Jadi, bagaimana mungkin Allah Swt mengabulkan doa kalian?” (An-Nawawi al-Bantani, Nasha’ih al-‘Ibad, hlm. 74).
Berikut sepuluh perkara yang merusak hati menurut Ibrahim bin Adham:
1. Mengaku Mengenal Allah, tapi Tidak Menunaikan Hak-Nya
Sesungguhnya sering kali sebagian dari kita mengaku mengenal Allah Swt, sebagai pencipta dan pemberi rezeki, tetepi tidak menunaikan hak-Nya, seperti beribadah atau mengabdi kepada-Nya sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kita.
2. Membaca Kitabullah, tapi Tidak Mengamalkan Isinya
Setiap hari atau malam, banyak dari kita yang rutin membaca Al-Qur’an, bahkan ada yang sudah khatam berkali-kali. Namun sayangnya, hanya sedikit yang benar-benar mengamalkan isinya. Inilah yang sering menjadi pertanyaan di masyarakat: mengapa perilaku sehari-hari tidak mencerminkan Al-Qur’an yang sering dibaca?
3. Mengaku Memusuhi Setan, tapi Justru Mengikuti Dia
Banyak orang yang mengaku membenci setan dan menolak ajakannya, tapi kenyataannya sering tergoda untuk mengikuti bisikan setan dalam perbuatan sehari-hari.
4. Mengaku Mencintai Rasulullah, tapi Meninggalkan Jejak dan Sunah-Nya
Bahkan sebagian dari kita selalu mengaku mencintai Baginda Nabi saw, tetapi kita meninggalkan jejak (amal)-nya dan menanggalkan Sunah (jalan kehidupan)-nya tanpa berusaha mengikutinya.
5. Mengaku Mencintai Surga, tapi Tidak Beramal untuk Meraihnya
Banyak yang mengatakan ingin masuk surga, tapi tidak berusaha melakukan amal yang mendekatkan diri kepada-Nya
6. Mengaku Takut Neraka, tapi Terus Melakukan Dosa
Ada yang mengaku takut azab neraka, namun tetap melakukan perbuatan yang bisa membawa mereka ke dalamnya.
7. Meyakini Kematian, tapi Tidak Mempersiapkan Diri
Meski sadar kematian pasti datang, sebagian orang lalai menyiapkan bekal amal saleh untuk menghadapi hari itu.
8. Sibuk Mengurusi Aib Orang Lain, tapi Lalai Memperbaiki Diri
Betapa seringnya kita menyoroti kesalahan orang lain dengan berghibah, tetapi lupa introspeksi dan memperbaiki diri sendiri.
9. Memakan Rezeki Allah, tapi Tidak Bersyukur Kepada-Nya
Setiap hari kita selalu menerima rezeki dari Allah, tapi jarang menunjukkan rasa syukur melalui pujian, taat, dan ketaatan sehari-hari.
10. Menguburkan Orang Meninggal, tapi Tidak Mengambil Pelajaran dari Kematian
Sesungguhnya kita sering bertakziah dan ikut menguburkan orang yang meninggal, tetapi tidak mengambil ibrah dari kematian tersebut. Kita tidak berusaha menyadari. Padahal jika menyadari, kita akan merindukan apa yang diraih oleh pelaku kebajikan dan membenci apa yang didapat oleh pelaku keburukan. (Lihat: An-Nawawi, Nasha’ih al-‘Ibad, hlm. 75).
Hati yang rusak membuat kita jauh dari kebahagiaan sejati. Sepuluh perkara yang disebutkan oleh Ibrahim bin Adham bukan untuk menakut-nakuti, tapi menjadi cermin. Mari kita renungkan, perbaiki hati, dan dekatkan diri kepada Allah. Sebab hati yang hidup akan menuntun kita pada ketenangan, amal yang diterima, dan cahaya rahmat-Nya.